Masyarakat Indonesia memang gemar ngemil di sela-sela kegiatannya.
Apalagi, bila camilan itu cocok dengan di lidah. Tanpa ragu, mereka akan
datang kembali untuk membeli camilan itu.
Kebiasaan ini jelas jadi peluang emas para penjaja camilan untuk mengembangkan usahanya. Tengok saja, pemilik gerai makanan ringan seperti Kedai Extra Pedas, Risoles Risol Ajaib, dan Tahu Petis Yudhistira. Gerai-gerai ini terus menambah menambah gerai atau booth dalam setahun terakhir ini.
Bahkan, peningkatan jumlah gerai bisa lebih dari 100 persen dalam setahun terakhir. Penambahan gerai itu, baik gerai milik sendiri atau gerai milik mitra atau terwaralaba.
Keberanian berinovasi dalam hal rasa menjadi salah satu kunci penambahan gerai. Selain itu, pemilik kemitraan atau waralaba juga serius memperhatikan perkembangan yang terjadi di tiap gerai.
Dalam ulasan berikut, KONTAN me-review perkembangan gerai-gerai camilan yang telah diwaralabakan atau menjalin kemitraan dalam setahun terakhir ini.
• Kedai Extra Pedas
Gerai ini khusus menjual lumpia berjuluk Lumpia Bom Penyet. Yang unik, lumpia yang dijual di Kedai Extra Pedas asal Purwokerto ini berukuran jumbo atau tiga kali lebih besar dari lumpia pada umumnya.
Tak seperti lumpia Semarang, Lumpia Bom Penyet ini tak menggunakan rebung sebagai isian. Isi lumpai ini terdiri dari campuran daging, telur, dan sayur plus sambal ekstrapedas.
Mereka juga menawarkan delapan varian isi utama, yakni ayam, bakso, ati ampela, sosis, daging sapi, daging ayam, cumi-cumi serta jamur. Seporsi lumpia dijual dengan harga Rp 8.500.
Rahmat Kurniawan, pemilik Kedai Extra Pedas, membuka usahanya sejak 2005. Pada 2009, Rahmat yang sudah memiliki tujuh gerai, memutuskan menawarkan kemitraan.
Saat KONTAN meliput gerai ini pada akhir tahun lalu, Kedai Extra Pedas ini sudah bertambah menjadi 19 gerai. Sepuluh di antaranya merupakan milik mitra. Kini, jumlah gerai mitra pun sudah meningkat menjadi 15 buah.
Faktor utama yang mendorong peningkatan gerai mitra ini karena Rahmat berani membuat varian isi lumpia baru. "Dengan adanya variasi, maka pelanggan tak akan cepat bosan," ujarnya.
Kedai Extra Pedas tetap menawarkan dua tipe kemitraan, yakni gerobak dan kedai. Nilai investasinya juga belum berubah, yakni Rp 30 juta untuk gerobak dan Rp 50 juta untuk kedai.
Rahmat bilang, mitra bisa meraup omzet Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta per hari. Mitra pun bisa balik modal sekitar delapan hingga 11 bulan.
Lantaran bahan lumpia harus segar, mitra boleh membeli bahan baku sendiri. Rahmat mengungkapkan, setiap pagi dia mengolah isi lumpia yang dijual siang harinya, karena kesegaran isian lumpia cuma bertahan delapan jam. "Tidak bisa memakai bahan kemarin," ungkapnya.
Namun, mitra wajib membeli sambal dari pusat. Sebab, inilah rahasia kelezatan Lumpia Bom Penyet.
Rahmat juga mensyaratkan lokasi gerai dekat kampus. Menurutnya, dengan cara ini, konsumen lebih cepat mengenal Kedai Extra Pedas. Sekitar 75 persen pelanggan gerai milik Rahmat adalah mahasiswa. "Mahasiswa sering makan bergerombol, sehingga menjadi promosi yang bagus," ujarnya.
Ia mencontohkan, mitra yang membuka gerai di sekitar Universitas Diponegoro, Semarang, memiliki omzet lebih besar sekitar 20 persen dibandingkan di tempat lainnya.
Hanya saja, citra makanan bersambal identik dengan penganan kelas menengah bawah. Untuk itu, Wawan akan membangun kedai yang lebih modern. "Sekarang sedang dalam tahap persiapan, mudah-mudahan akhir tahun sudah beroperasi," harapnya.
• Risol Ajaib
Risoles, kudapan berisi sayur nan lezat dalam balutan kulit bertepung panir ini memiliki banyak penggemar. Tak heran, kian banyak orang yang berbisnis camilan ini.
Tawaran kemitraan risoles antara lain datang dari Rianda Paramita. Wanita ini menawarkan kemitraan Risol Ajaib sejak Agustus 2010.
Pada ulasan KONTAN tahun lalu, Rianda sudah menggandeng empat mitra dan kini sudah bertambah empat lagi. "Penambahan ini merupakan hasil dari promosi kami yang gencar via internet," ungkap Rianda.
Ia pun mengklaim, Risol Ajaib lebih unggul ketimbang risoles lain karena memiliki tujuh varian rasa, seperti daging asap, chicken teriyaki, udang mayo, lasagna, chili dog, cheese burger, dan apple pie.
Harga risoles itu berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 6.000 per buah. "Harga di tiap gerai sama. Pokoknya kami setarakan harga dengan kualitas rasa," ungkap Rianda.
Ia juga mengakui, harga risolesnya lebih mahal ketimbang risoles pada umumnya. Selain kualitas lebih tinggi, dengan banderol harga itu, Rianda ingin menyasar konsumen kelas menengah atas dan korporat. "Tapi, tidak menutup kemungkinan Risol Ajaib juga dinikmati kalangan menengah ke bawah," ujarnya.
Tak ada perubahan untuk menjadi mitra Rianda. Calon mitra cukup merogoh kocek sebesar Rp 8,5 juta sebagai investasi awal. Dengan modal murah meriah itu, Rianda menjanjikan, mitra bisa beromzet rata-rata sebesar Rp 15 juta setiap bulan. Mitra pun bisa balik modal dalam waktu dua bulan.
• Tahu Petis Yudhistira
Tahu petis adalah camilan khas Semarang. Wieke Anggarini, Pemilik Tahu Petis Yudhistira, mulai menjalankan usaha ini sejak 2006. Namun baru pada April 2010 lalu, ia menawarkan waralaba.
Meski tahu petis merupakan kudapan kaki lima di kota asalnya, Wieke berhasil memboyongnya menjadi makanan favorit kelas menengah atas. Di Jakarta, ia menawarkan tahu petis di beberapa pusat perbelanjaan ternama.
Waralaba Tahu Petis Yudhistira pun berkembang signifikan. Hanya dalam setahun, dari tiga gerai terwaralaba, berkembang jadi 20 gerai.
Dalam pengembangan waralaba ini, Wieke mengutamakan komunikasi dengan para terwaralabanya. "Dalam menjaga kualitas ini maka komunikasi merupakan syarat mutlak. Masalah apa pun yang terjadi di gerai terwaralaba bisa ditemukan solusinya jika terjalin komunikasi," ujarnya.
Untuk membuka waralaba Tahu Petis Yudhistira, calon terwaralaba harus menyediakan dana Rp 11 juta. Semua bahan baku disediakan dari pewaralaba.
Kendala terkadang muncul, saat klien tidak mendapatkan kiriman bahan baku dengan cepat. "Untuk itulah, kami harus menjaga komunikasi supaya klien juga segera memesan bahan baku jika stoknya habis," ujar Wieke.
Ketika menangani gerai baru, maka Wieke akan mengamati secara intens selama tiga bulan. Waktu tiga bulan ini, menurut Wieke merupakan masa kritis untuk menilai keberhasilan atau kegagalan usaha tersebut.
Target omzet gerai Tahu Petis Yudhistira adalah menjual 80 potong tahu tiap hari. Dengan harga Rp 2.500 per potong, Wieke mempunyai target mitra akan balik modal dalam waktu lima bulan. (Ragil Nugroho, Hafid Fuad/Kontan)
Kebiasaan ini jelas jadi peluang emas para penjaja camilan untuk mengembangkan usahanya. Tengok saja, pemilik gerai makanan ringan seperti Kedai Extra Pedas, Risoles Risol Ajaib, dan Tahu Petis Yudhistira. Gerai-gerai ini terus menambah menambah gerai atau booth dalam setahun terakhir ini.
Bahkan, peningkatan jumlah gerai bisa lebih dari 100 persen dalam setahun terakhir. Penambahan gerai itu, baik gerai milik sendiri atau gerai milik mitra atau terwaralaba.
Keberanian berinovasi dalam hal rasa menjadi salah satu kunci penambahan gerai. Selain itu, pemilik kemitraan atau waralaba juga serius memperhatikan perkembangan yang terjadi di tiap gerai.
Dalam ulasan berikut, KONTAN me-review perkembangan gerai-gerai camilan yang telah diwaralabakan atau menjalin kemitraan dalam setahun terakhir ini.
• Kedai Extra Pedas
Gerai ini khusus menjual lumpia berjuluk Lumpia Bom Penyet. Yang unik, lumpia yang dijual di Kedai Extra Pedas asal Purwokerto ini berukuran jumbo atau tiga kali lebih besar dari lumpia pada umumnya.
Tak seperti lumpia Semarang, Lumpia Bom Penyet ini tak menggunakan rebung sebagai isian. Isi lumpai ini terdiri dari campuran daging, telur, dan sayur plus sambal ekstrapedas.
Mereka juga menawarkan delapan varian isi utama, yakni ayam, bakso, ati ampela, sosis, daging sapi, daging ayam, cumi-cumi serta jamur. Seporsi lumpia dijual dengan harga Rp 8.500.
Rahmat Kurniawan, pemilik Kedai Extra Pedas, membuka usahanya sejak 2005. Pada 2009, Rahmat yang sudah memiliki tujuh gerai, memutuskan menawarkan kemitraan.
Saat KONTAN meliput gerai ini pada akhir tahun lalu, Kedai Extra Pedas ini sudah bertambah menjadi 19 gerai. Sepuluh di antaranya merupakan milik mitra. Kini, jumlah gerai mitra pun sudah meningkat menjadi 15 buah.
Faktor utama yang mendorong peningkatan gerai mitra ini karena Rahmat berani membuat varian isi lumpia baru. "Dengan adanya variasi, maka pelanggan tak akan cepat bosan," ujarnya.
Kedai Extra Pedas tetap menawarkan dua tipe kemitraan, yakni gerobak dan kedai. Nilai investasinya juga belum berubah, yakni Rp 30 juta untuk gerobak dan Rp 50 juta untuk kedai.
Rahmat bilang, mitra bisa meraup omzet Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta per hari. Mitra pun bisa balik modal sekitar delapan hingga 11 bulan.
Lantaran bahan lumpia harus segar, mitra boleh membeli bahan baku sendiri. Rahmat mengungkapkan, setiap pagi dia mengolah isi lumpia yang dijual siang harinya, karena kesegaran isian lumpia cuma bertahan delapan jam. "Tidak bisa memakai bahan kemarin," ungkapnya.
Namun, mitra wajib membeli sambal dari pusat. Sebab, inilah rahasia kelezatan Lumpia Bom Penyet.
Rahmat juga mensyaratkan lokasi gerai dekat kampus. Menurutnya, dengan cara ini, konsumen lebih cepat mengenal Kedai Extra Pedas. Sekitar 75 persen pelanggan gerai milik Rahmat adalah mahasiswa. "Mahasiswa sering makan bergerombol, sehingga menjadi promosi yang bagus," ujarnya.
Ia mencontohkan, mitra yang membuka gerai di sekitar Universitas Diponegoro, Semarang, memiliki omzet lebih besar sekitar 20 persen dibandingkan di tempat lainnya.
Hanya saja, citra makanan bersambal identik dengan penganan kelas menengah bawah. Untuk itu, Wawan akan membangun kedai yang lebih modern. "Sekarang sedang dalam tahap persiapan, mudah-mudahan akhir tahun sudah beroperasi," harapnya.
• Risol Ajaib
Risoles, kudapan berisi sayur nan lezat dalam balutan kulit bertepung panir ini memiliki banyak penggemar. Tak heran, kian banyak orang yang berbisnis camilan ini.
Tawaran kemitraan risoles antara lain datang dari Rianda Paramita. Wanita ini menawarkan kemitraan Risol Ajaib sejak Agustus 2010.
Pada ulasan KONTAN tahun lalu, Rianda sudah menggandeng empat mitra dan kini sudah bertambah empat lagi. "Penambahan ini merupakan hasil dari promosi kami yang gencar via internet," ungkap Rianda.
Ia pun mengklaim, Risol Ajaib lebih unggul ketimbang risoles lain karena memiliki tujuh varian rasa, seperti daging asap, chicken teriyaki, udang mayo, lasagna, chili dog, cheese burger, dan apple pie.
Harga risoles itu berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 6.000 per buah. "Harga di tiap gerai sama. Pokoknya kami setarakan harga dengan kualitas rasa," ungkap Rianda.
Ia juga mengakui, harga risolesnya lebih mahal ketimbang risoles pada umumnya. Selain kualitas lebih tinggi, dengan banderol harga itu, Rianda ingin menyasar konsumen kelas menengah atas dan korporat. "Tapi, tidak menutup kemungkinan Risol Ajaib juga dinikmati kalangan menengah ke bawah," ujarnya.
Tak ada perubahan untuk menjadi mitra Rianda. Calon mitra cukup merogoh kocek sebesar Rp 8,5 juta sebagai investasi awal. Dengan modal murah meriah itu, Rianda menjanjikan, mitra bisa beromzet rata-rata sebesar Rp 15 juta setiap bulan. Mitra pun bisa balik modal dalam waktu dua bulan.
• Tahu Petis Yudhistira
Tahu petis adalah camilan khas Semarang. Wieke Anggarini, Pemilik Tahu Petis Yudhistira, mulai menjalankan usaha ini sejak 2006. Namun baru pada April 2010 lalu, ia menawarkan waralaba.
Meski tahu petis merupakan kudapan kaki lima di kota asalnya, Wieke berhasil memboyongnya menjadi makanan favorit kelas menengah atas. Di Jakarta, ia menawarkan tahu petis di beberapa pusat perbelanjaan ternama.
Waralaba Tahu Petis Yudhistira pun berkembang signifikan. Hanya dalam setahun, dari tiga gerai terwaralaba, berkembang jadi 20 gerai.
Dalam pengembangan waralaba ini, Wieke mengutamakan komunikasi dengan para terwaralabanya. "Dalam menjaga kualitas ini maka komunikasi merupakan syarat mutlak. Masalah apa pun yang terjadi di gerai terwaralaba bisa ditemukan solusinya jika terjalin komunikasi," ujarnya.
Untuk membuka waralaba Tahu Petis Yudhistira, calon terwaralaba harus menyediakan dana Rp 11 juta. Semua bahan baku disediakan dari pewaralaba.
Kendala terkadang muncul, saat klien tidak mendapatkan kiriman bahan baku dengan cepat. "Untuk itulah, kami harus menjaga komunikasi supaya klien juga segera memesan bahan baku jika stoknya habis," ujar Wieke.
Ketika menangani gerai baru, maka Wieke akan mengamati secara intens selama tiga bulan. Waktu tiga bulan ini, menurut Wieke merupakan masa kritis untuk menilai keberhasilan atau kegagalan usaha tersebut.
Target omzet gerai Tahu Petis Yudhistira adalah menjual 80 potong tahu tiap hari. Dengan harga Rp 2.500 per potong, Wieke mempunyai target mitra akan balik modal dalam waktu lima bulan. (Ragil Nugroho, Hafid Fuad/Kontan)
No comments:
Post a Comment