Keterbatasan modal bukan masalah bagi Andri Handoko. Ia membangun usaha pembuatan kaca hias bermodal kepercayaan. Dia menggunakan uang muka dari pelanggan sebagai modal pertamanya. Setelah setengah tahun mendalami ilmunya, Andri mampu membangun usaha dengan omzet Rp 300 juta per bulan. Iseng. Ini adalah jawaban pertama yang diucapkan Andri Handoko ketika memutuskan terjun ke bisnis pembuatan kaca hias. Lelaki kelahiran Malang, Jawa Timur, 1980 ini sudah tertarik dengan usaha kaca untuk memperindah bangunan dan gedung saat masih duduk di bangku kuliah.
Persisnya, waktu itu, ia sedang menyelesaikan kuliah kerja lapangan di sebuah perusahaan arsitektur. Di sana, Andri mendapat tugas mencari kaca hias untuk dipasang di bangunan yang sedang dikerjakan. "Saya mencari di seluruh Malang namun tidak ada, makanya saya mencari ke Surabaya," kata lulusan Universitas Merdeka Malang jurusan Teknik Sipil ini.
Andri lalu pergi ke Kota Pahlawan untuk berburu kaca hias. Tapi ternyata manajemen perusahaan tempat dia memesan kaca hias kurang bagus, sehingga pengiriman pesanan molor dari jadwal. Selain itu, hasil pengerjaannya juga kurang rapi. Dari situ, muncul hasratnya mencoba berbisnis kaca hias.
Keinginannya ini betul-betul tak terbendung. Walau skripsinya belum beres, Andri mulai berkecimpung dalam usaha kaca hias. Pertama-tama, "Saya menjadi tenaga pemasar di sebuah perusahaan kecil kaca hias di Surabaya sambil menggali ilmunya," katanya.
Untuk itu, Andri memutuskan untuk mengambil cuti kuliah selama satu semester untuk berguru teknik pembuatan kaca hias. Ia tidak mau dibilang mencuri ilmu dari para perajin di perusahaan itu.
Itu sebabnya, Andri berkata jujur kepada pemilik perusahaan, bahwa dia bermaksud membuka usaha kaca hias. "Saya ngomong apa adanya dan dia mau, makanya sampai sekarang kami masih berhubungan baik," ujar Andri.
Apalagi, ia mengungkapkan, pemilik perusahaan memang sedang membutuhkan tenaga marketing handal untuk memasarkan produk-produknya. Kemurahan hati si pemilik perusahaan terbayar lunas. Andri banyak menjaring pelanggan baru. Buntutnya, pesanan pembuatan kaca hias yang masuk mengalir deras.
Setelah hampir enam bulan bekerja sebagai tenaga pemasaran di perusahaan tersebut, pada 1999, Andri memutuskan untuk mulai membuka usaha kaca hias sendiri dengan bendera Bintang Fajar Mandiri.
Saat memulai bisnis ini, ia hanya bermodalkan kepercayaan saja. "Saya tidak punya modal sama sekali. Uang muka pelanggan yang memesan kaca hias saya pakai sebagai modal pertama," kenangnya.
Ketika itu, Andri banyak mengerjakan permintaan kaca hias dengan nilai antara Rp 20 juta sampai Rp 50 juta. Tentu saja, uang muka yang ia dapat dari order tersebut cukup untuk modal awal.
Namun, usahanya bukan tanpa kendala sama sekali. Di awal-awal membuka usaha, Andri sangat kesulitan mencari perajin kaca hias yang handal. Terlebih, ia tidak sekadar mencari perajin yang bisa membuat kaca hias, melainkan juga tenaga profesional yang dapat membikin kaca hias dengan rapi dan mempunyai tanggung jawab lebih ke pekerjaannya. Maklumlah, "Membuat kaca hias adalah pekerjaan seni," tegasnya.
Oleh karena itu, Andri banyak menyerahkan pesanan pembuatan kaca hias ke perajin lain sampai ia mendapatkan perajin sendiri yang sesuai kriterianya.
Setelah berjalan beberapa lama, akhirnya Andri memutuskan mengambil perajin dari perusahaan kaca hias lain yang sudah lama berdiri. Ia tidak segan-segan menawarkan gaji tinggi kepada para perajin yang dia ajak bergabung.
Dengan kerja keras, usaha kaca hias Andri yang terletak di Malang pun berkembang. Saat ini, Bintang Fajar Mandiri bahkan sudah mempunyai cabang di Jalan Kaliurang, Yogyakarta.
Omzet per bulan yang mampu diraup Andri berkisar antara Rp 100 juta sampai Rp 200 juta. "Kadang-kadang sampai Rp 300 juta, namun jarang," ungkapnya.
Sekarang, Bintang Fajar Mandiri memiliki 25 karyawan, mulai dari tenaga pemasaran hingga tenaga produksi. Untuk menambah pemasukan, Andri tidak hanya memproduksi kaca hias, tetapi juga kaca template dan grafir.
Andri Handoko tidak menyangka perubahan zaman telah membuat usahanya mendapat banyak tantangan. Selain perubahan model bangunan ke minimalis, persaingan antarpengusaha kaca hias membikin banyak pelaku usaha di sektor ini gulung tikar. Karena itu, dia mencoba bertahan dengan tidak hanya memproduksi kaca hias.
Sembilan tahun sudah Andri Handoko berkecimpung dalam usaha pembuatan kaca hias (spained glass). Dalam perjalanan bisnis yang tidak pendek itu, pelbagai kendala datang.
Andi bercerita, dulu waktu pertama kali merintis Bintang Fajar Mandiri, hambatan tenaga kerja menjadi masalah. Sekarang, kendalanya tambah banyak. Selain persaingan bisnis antarpelaku usaha yang kian ketat, banyak kendala eksternal yang membuat bisnis kaca hias megap-megap.
Kendala-kendala itu antara lain, kenaikan harga bahan baku timah yang mencapai 500 persen, persaingan yang tidak sehat, dan perubahan model bangunan yang mengarah ke bentuk minimalis. "Akibat perubahan model ini, omzet turun 50 persen," ujarnya.
Soal persaingan yang tidak sehat, lebih karena kekurangpahaman konsumen terhadap produk kaca hias. Ia mengatakan, banyak konsumen terpaku pada harga, padahal banyak hal yang mempengaruhi harga kaca hias.
Ditambah, tidak ada standar kaca hias yang membuat harga produk ini di tangan pengusaha satu dengan lainnya bisa memiliki selisih hingga ratusan persen. "Konsumen memesan tapi tidak tahu bahan dan desainnya, sehingga bisa saja dapat harga tinggi atau sangat murah," kata Andri.
Kaca hias, menurutnya, adalah pekerjaan tangan yang membutuhkan keahlian dan jiwa seni yang tinggi. Berbeda dengan produk massal yang berharga murah. Semakin rumit desain dan seninya, semakin mahal pula harga yang ditawarkan.
Persaingan usaha kaca hias membikin pengusaha seperti Andri yang mengutamakan kualitas, tidak bisa mempertahankan harga produk. Mereka kalah bersaing dengan pengusaha yang mendahulukan harga murah dengan bahan seadanya.
Andri membanderol kaca hias buatannya dengan harga Rp 1,25 juta hingga Rp 3,5 juta per meter persegi (m2). Sedangkan, untuk grafir, harganya Rp 550.000 tiap m2 dengan ketebalan 5 mm. "Penambahan ketebalan akan menambah harga Rp 100.000," ujar dia.
Persaingan tidak sehat ini, Andri bilang, semakin memperburuk penurunan omzet pengusaha kaca hias. Akibatnya, tak sedikit pelaku usaha yang gulung tikar. Ia menghitung, dulu pada 1999 ada sekitar lima sampai 10 pemain di Malang. Jumlah itu kemudian berkembang menjadi sekitar 60 perajin. "Dulu sampai sempat ada Asosiasi Pengrajin Kaca Malang Raya," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, 60 pemain itu kini tinggal kurang lebih 20 pengusaha saja. "Yang gulung tikar terutama yang kurang profesional," katanya.
Dari ke-20 pengusaha ini, saat ini, banyak juga yang tidak berproduksi terus menerus. Mereka berproduksi jika mendapat pesanan, sehingga lebih sebagai pekerjaan sampingan.
Untuk mensiasati penurunan omzet, Andri kemudian membuat divisi kaca template atau safety glass termasuk jasa pemasangan kaca. Selain itu, ia juga menyesuaikan desain kaca sehingga lebih cocok dipasang untuk rumah-rumah tipe minimalis.
Andri juga banyak menerima pesanan kaca hias untuk rumah ibadah, baik masjid, gereja, vihara, dan pura. Bahkan, "Untuk rumah ibadah kami memberikan harga khusus," ujarnya.
Tak salah, omzet Bintang Fajar Mandiri saat hari raya keagamaan, semacam Idul Fitri dan Natal, bisa meningkat sampai 100 persen dibandingkan bulan-bulan biasa.
Andri juga mulai mencari celah baru dengan menjadi subkontraktor perusahaan besar dalam penyediaan kaca hias. Untuk jasa pemasangan kaca hias, dia memasang tarif Rp 75.000 per m2. "Bisa lebih tinggi tergantung tingkat kesulitan," ujarnya. Sementara itu, untuk bisnis kaca template, Andri mematok harga Rp 650.000 per m2 dengan ketebalan 12 mm.
Tapi, tak mudah menjadi subkontraktor lantaran harus punya hubungan yang sangat baik dengan kontraktor utama. "Jadi, kami harus lewat kontraktor utama. Itu saja lebih banyak dikuasai oleh perusahaan nasional untuk nilai kontrak di atas Rp 300 juta," ungkapnya.
Namun, pasar kaca hias Andri tak hanya Malang, Blitar, dan Tulungagung saja. Produknya juga banyak diekspor, seperti ke Jepang dan Amerika Serikat.
Persisnya, waktu itu, ia sedang menyelesaikan kuliah kerja lapangan di sebuah perusahaan arsitektur. Di sana, Andri mendapat tugas mencari kaca hias untuk dipasang di bangunan yang sedang dikerjakan. "Saya mencari di seluruh Malang namun tidak ada, makanya saya mencari ke Surabaya," kata lulusan Universitas Merdeka Malang jurusan Teknik Sipil ini.
Andri lalu pergi ke Kota Pahlawan untuk berburu kaca hias. Tapi ternyata manajemen perusahaan tempat dia memesan kaca hias kurang bagus, sehingga pengiriman pesanan molor dari jadwal. Selain itu, hasil pengerjaannya juga kurang rapi. Dari situ, muncul hasratnya mencoba berbisnis kaca hias.
Keinginannya ini betul-betul tak terbendung. Walau skripsinya belum beres, Andri mulai berkecimpung dalam usaha kaca hias. Pertama-tama, "Saya menjadi tenaga pemasar di sebuah perusahaan kecil kaca hias di Surabaya sambil menggali ilmunya," katanya.
Untuk itu, Andri memutuskan untuk mengambil cuti kuliah selama satu semester untuk berguru teknik pembuatan kaca hias. Ia tidak mau dibilang mencuri ilmu dari para perajin di perusahaan itu.
Itu sebabnya, Andri berkata jujur kepada pemilik perusahaan, bahwa dia bermaksud membuka usaha kaca hias. "Saya ngomong apa adanya dan dia mau, makanya sampai sekarang kami masih berhubungan baik," ujar Andri.
Apalagi, ia mengungkapkan, pemilik perusahaan memang sedang membutuhkan tenaga marketing handal untuk memasarkan produk-produknya. Kemurahan hati si pemilik perusahaan terbayar lunas. Andri banyak menjaring pelanggan baru. Buntutnya, pesanan pembuatan kaca hias yang masuk mengalir deras.
Setelah hampir enam bulan bekerja sebagai tenaga pemasaran di perusahaan tersebut, pada 1999, Andri memutuskan untuk mulai membuka usaha kaca hias sendiri dengan bendera Bintang Fajar Mandiri.
Saat memulai bisnis ini, ia hanya bermodalkan kepercayaan saja. "Saya tidak punya modal sama sekali. Uang muka pelanggan yang memesan kaca hias saya pakai sebagai modal pertama," kenangnya.
Ketika itu, Andri banyak mengerjakan permintaan kaca hias dengan nilai antara Rp 20 juta sampai Rp 50 juta. Tentu saja, uang muka yang ia dapat dari order tersebut cukup untuk modal awal.
Namun, usahanya bukan tanpa kendala sama sekali. Di awal-awal membuka usaha, Andri sangat kesulitan mencari perajin kaca hias yang handal. Terlebih, ia tidak sekadar mencari perajin yang bisa membuat kaca hias, melainkan juga tenaga profesional yang dapat membikin kaca hias dengan rapi dan mempunyai tanggung jawab lebih ke pekerjaannya. Maklumlah, "Membuat kaca hias adalah pekerjaan seni," tegasnya.
Oleh karena itu, Andri banyak menyerahkan pesanan pembuatan kaca hias ke perajin lain sampai ia mendapatkan perajin sendiri yang sesuai kriterianya.
Setelah berjalan beberapa lama, akhirnya Andri memutuskan mengambil perajin dari perusahaan kaca hias lain yang sudah lama berdiri. Ia tidak segan-segan menawarkan gaji tinggi kepada para perajin yang dia ajak bergabung.
Dengan kerja keras, usaha kaca hias Andri yang terletak di Malang pun berkembang. Saat ini, Bintang Fajar Mandiri bahkan sudah mempunyai cabang di Jalan Kaliurang, Yogyakarta.
Omzet per bulan yang mampu diraup Andri berkisar antara Rp 100 juta sampai Rp 200 juta. "Kadang-kadang sampai Rp 300 juta, namun jarang," ungkapnya.
Sekarang, Bintang Fajar Mandiri memiliki 25 karyawan, mulai dari tenaga pemasaran hingga tenaga produksi. Untuk menambah pemasukan, Andri tidak hanya memproduksi kaca hias, tetapi juga kaca template dan grafir.
Andri Handoko tidak menyangka perubahan zaman telah membuat usahanya mendapat banyak tantangan. Selain perubahan model bangunan ke minimalis, persaingan antarpengusaha kaca hias membikin banyak pelaku usaha di sektor ini gulung tikar. Karena itu, dia mencoba bertahan dengan tidak hanya memproduksi kaca hias.
Sembilan tahun sudah Andri Handoko berkecimpung dalam usaha pembuatan kaca hias (spained glass). Dalam perjalanan bisnis yang tidak pendek itu, pelbagai kendala datang.
Andi bercerita, dulu waktu pertama kali merintis Bintang Fajar Mandiri, hambatan tenaga kerja menjadi masalah. Sekarang, kendalanya tambah banyak. Selain persaingan bisnis antarpelaku usaha yang kian ketat, banyak kendala eksternal yang membuat bisnis kaca hias megap-megap.
Kendala-kendala itu antara lain, kenaikan harga bahan baku timah yang mencapai 500 persen, persaingan yang tidak sehat, dan perubahan model bangunan yang mengarah ke bentuk minimalis. "Akibat perubahan model ini, omzet turun 50 persen," ujarnya.
Soal persaingan yang tidak sehat, lebih karena kekurangpahaman konsumen terhadap produk kaca hias. Ia mengatakan, banyak konsumen terpaku pada harga, padahal banyak hal yang mempengaruhi harga kaca hias.
Ditambah, tidak ada standar kaca hias yang membuat harga produk ini di tangan pengusaha satu dengan lainnya bisa memiliki selisih hingga ratusan persen. "Konsumen memesan tapi tidak tahu bahan dan desainnya, sehingga bisa saja dapat harga tinggi atau sangat murah," kata Andri.
Kaca hias, menurutnya, adalah pekerjaan tangan yang membutuhkan keahlian dan jiwa seni yang tinggi. Berbeda dengan produk massal yang berharga murah. Semakin rumit desain dan seninya, semakin mahal pula harga yang ditawarkan.
Persaingan usaha kaca hias membikin pengusaha seperti Andri yang mengutamakan kualitas, tidak bisa mempertahankan harga produk. Mereka kalah bersaing dengan pengusaha yang mendahulukan harga murah dengan bahan seadanya.
Andri membanderol kaca hias buatannya dengan harga Rp 1,25 juta hingga Rp 3,5 juta per meter persegi (m2). Sedangkan, untuk grafir, harganya Rp 550.000 tiap m2 dengan ketebalan 5 mm. "Penambahan ketebalan akan menambah harga Rp 100.000," ujar dia.
Persaingan tidak sehat ini, Andri bilang, semakin memperburuk penurunan omzet pengusaha kaca hias. Akibatnya, tak sedikit pelaku usaha yang gulung tikar. Ia menghitung, dulu pada 1999 ada sekitar lima sampai 10 pemain di Malang. Jumlah itu kemudian berkembang menjadi sekitar 60 perajin. "Dulu sampai sempat ada Asosiasi Pengrajin Kaca Malang Raya," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, 60 pemain itu kini tinggal kurang lebih 20 pengusaha saja. "Yang gulung tikar terutama yang kurang profesional," katanya.
Dari ke-20 pengusaha ini, saat ini, banyak juga yang tidak berproduksi terus menerus. Mereka berproduksi jika mendapat pesanan, sehingga lebih sebagai pekerjaan sampingan.
Untuk mensiasati penurunan omzet, Andri kemudian membuat divisi kaca template atau safety glass termasuk jasa pemasangan kaca. Selain itu, ia juga menyesuaikan desain kaca sehingga lebih cocok dipasang untuk rumah-rumah tipe minimalis.
Andri juga banyak menerima pesanan kaca hias untuk rumah ibadah, baik masjid, gereja, vihara, dan pura. Bahkan, "Untuk rumah ibadah kami memberikan harga khusus," ujarnya.
Tak salah, omzet Bintang Fajar Mandiri saat hari raya keagamaan, semacam Idul Fitri dan Natal, bisa meningkat sampai 100 persen dibandingkan bulan-bulan biasa.
Andri juga mulai mencari celah baru dengan menjadi subkontraktor perusahaan besar dalam penyediaan kaca hias. Untuk jasa pemasangan kaca hias, dia memasang tarif Rp 75.000 per m2. "Bisa lebih tinggi tergantung tingkat kesulitan," ujarnya. Sementara itu, untuk bisnis kaca template, Andri mematok harga Rp 650.000 per m2 dengan ketebalan 12 mm.
Tapi, tak mudah menjadi subkontraktor lantaran harus punya hubungan yang sangat baik dengan kontraktor utama. "Jadi, kami harus lewat kontraktor utama. Itu saja lebih banyak dikuasai oleh perusahaan nasional untuk nilai kontrak di atas Rp 300 juta," ungkapnya.
Namun, pasar kaca hias Andri tak hanya Malang, Blitar, dan Tulungagung saja. Produknya juga banyak diekspor, seperti ke Jepang dan Amerika Serikat.
No comments:
Post a Comment