Kotoran sapi tidak hanya bermanfaat sebagai bahan baku utama kompos, tetapi bisa juga menjadi bahan baku pembuatan gerabah, batu bata, dan kerajinan tangan. Syammahfuz Chazali sudah membuktikan dan menjadi tambang emasnya. Ia meraup omzet Rp 110 juta per bulan.Siapa yang tidak jijik melihat kotoran sapi? Tapi, tak banyak orang menyangka, kotoran ini punya banyak manfaat. Tidak hanya sebagai bahan baku pupuk kompos, tapi juga aneka kerajinan tangan dan batu bata.
Di tangan Syammahfuz Chazali, kotoran sapi bisa menjelma menjadi perkakas rumah tangga, batu bata, dan bermacam kerajinan tangan atau handicraft.
Melalui PT Faerumnesia 7G, Syam, panggilan akrab Syammahfuz Chazali, saban bulan memproduksi 75 hingga 100 gerabah, 500 batu bata, dan ratusan jenis kerajinan tangan, seperti lampu aladin, vas bunga, guci, serta tempat makan. Harga gerabah dan kerajinan tangan mulai Rp 100.000 hingga Rp 750.000 per item. Ia pun sanggup meraih omzet Rp 110 juta per bulan.
Atas prestasinya mengembangkan usaha dengan bahan baku kotoran sapi, pria 26 tahun ini menyabet juara satu Social Venture Competition tingkat dunia di Universitas Berkeley, Amerika Serikat, tahun 2009 lalu.
Prestasi ini sangat membanggakan. Selama 10 tahun ajang itu digelar, belum pernah ada tim perguruan tinggi dari luar negeri Paman Sam yang sukses menggondol juara pertama dan berhak atas uang sebesar 25.000 dollar AS.
Syam yang lulusan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada mulai menekuni bisnis berbasis kotoran sapi sejak 2006. Awalnya, dia sekadar ingin mengikuti perlombaan kreativitas di kampusnya. Apalagi, ia melihat kotoran sapi selama ini belum terkelola dengan baik.
Padahal, banyak peternakan yang berada di daerah pemukiman yang limbahnya tidak terkelola dengan benar. Tentu saja, ini akan menjadi sumber pencemaran lingkungan berupa bau tak sedap yang dapat mengundang lalat yang kemudian akan menyebarkan kotoran tersebut.
Selain pencemaran udara, kotoran sapi juga bisa menimbulkan pencemaran air. Soalnya, banyak kotoran sapi yang dibuang begitu saja ke sungai oleh para peternak. Lagi-lagi, tentu saja, pencemaran tersebut bisa menimbulkan beragam penyakit.
Berangkat dari situ, Syam kemudian mencari tahu lebih banyak mengenai kandungan kotoran sapi melalui pelbagai literatur. Akhirnya, ia menemukan, dalam setiap 1 kilogram kotoran sapi terdapat kandungan silika sebesar 9,6 persen. Silika merupakan suatu senyawa yang bisa diolah menjadi bahan baku untuk gerabah dan batu bata.
Syam pun berkonsultasi dengan para dosennya dan pihak-pihak lain yang berkecimpung di dunia pengolahan limbah hewan mengenai kelanjutan bisnis berbasis kotoran sapi. "Waktu itu, tidak sedikit yang meragukan peluang bisnis ini," ungkap Syam.
Beragam eksperimen ia lakukan. Dengan kegigihan dan konsistensinya, usaha Syam mulai berbuah hasil. Bahkan, banyak orang menilai, produk batu bata dan gerabah buatannya lebih halus, ringan, dan kuat.
Proses pembuatannya juga tidak begitu rumit. Kotoran sapi cukup dicampur dengan tanah keras dan ditambahkan formula bio-aktivasi berupa faerumnesia. Kemudian, biarkan selama dua sampai tiga minggu hingga berbentuk seperti tanah liat.
Fungsi formula faerumnesia adalah meningkatkan kadar silika dalam kotoran sapi sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku. Formula ini juga berfungsi untuk menghilangkan aroma tidak sedap dari kotoran sapi tersebut.
Setelah berbentuk tanah liat, bahan ini bebas dibentuk sesuai keinginan. Apakah mau dibentuk batu bata, gerabah, maupun kerajinan tangan. "Satu ton limbah sapi bisa untuk membuat 500-900 batu bata," kata Syam.
Prosesnya juga sama dengan pembuatan gerabah pada umumnya, mulai dari pembentukan, penjemuran, pembakaran, hingga penyempurnaan. Begitu juga waktu yang diperlukan dari proses pembentukan, penjemuran, pembakaran hingga penyempurnaan, juga sama, hanya satu setengah bulan.
Menurut Syam, bahan baku dari olahan kotoran sapi mampu bertahan pada suhu 1.000 derajat celsius.
Saat ini, Syam sudah memasok produk gerabah, batu bata, dan kerajinan bikinannya hampir ke seluruh Indonesia. Untuk kerajinan tangan, permintaan paling banyak dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kebanyakan pembeli mencari sebagai pajangan di dalam rumah atau untuk suvenir. "Untuk produk lampu aladin, artis Dorce dan Wulan Guritno merupakan konsumen kami," ujar Syam bangga.
Produk kerajinan tangan buatan Syam siap menembus pasar ekspor. Akhir 2010 lalu, ada pengusaha asal Belanda yang tertarik untuk bekerja sama. Pengusaha ini menyatakan, olahan kotoran sapi juga bisa sebagai isolator sehingga tahan untuk empat musim.
Syam sudah mulai mengirimkan beberapa produknya ke negeri kincir angin tersebut sebagai sampel. Jika kerja sama tersebut berjalan lancar, ia akan mulai secara rutin mengekspor produknya dalam jumlah besar.
Dengan meningkatkan promosi dan pemberian informasi yang benar kepada masyarakat luas, Syam yakin bisnis berbasis kotoran sapi ini akan terus memberikan keuntungan. Prinsip utamanya adalah mengubah masalah menjadi sebuah keuntungan. "Sambil mengurangi limbah, kita juga bisa meraih keuntungan yang menjanjikan," ujarnya.
Promosi menjadi penting lantaran satu-satunya hambatan para konsumen adalah mereka masih ragu dengan aroma yang tidak sedap yang akan muncul dari produk-produk berbahan baku kotoran sapi.
Padahal, seluruh pelanggan produk-produk buatan Sam sudah tegas-tegas menyatakan, hasil olahan limbah sapi itu benar-benar sudah terbebas dari bau tak sedap. Toh, masih ada orang yang ragu dan tidak percaya.
Kini, selain aktif mempromosikan melalui internet, Syam juga kerap ikut pameran skala nasional maupun internasional. Syam bahkan sudah mempromosikan produk-produknya di China dan Australia
Di tangan Syammahfuz Chazali, kotoran sapi bisa menjelma menjadi perkakas rumah tangga, batu bata, dan bermacam kerajinan tangan atau handicraft.
Melalui PT Faerumnesia 7G, Syam, panggilan akrab Syammahfuz Chazali, saban bulan memproduksi 75 hingga 100 gerabah, 500 batu bata, dan ratusan jenis kerajinan tangan, seperti lampu aladin, vas bunga, guci, serta tempat makan. Harga gerabah dan kerajinan tangan mulai Rp 100.000 hingga Rp 750.000 per item. Ia pun sanggup meraih omzet Rp 110 juta per bulan.
Atas prestasinya mengembangkan usaha dengan bahan baku kotoran sapi, pria 26 tahun ini menyabet juara satu Social Venture Competition tingkat dunia di Universitas Berkeley, Amerika Serikat, tahun 2009 lalu.
Prestasi ini sangat membanggakan. Selama 10 tahun ajang itu digelar, belum pernah ada tim perguruan tinggi dari luar negeri Paman Sam yang sukses menggondol juara pertama dan berhak atas uang sebesar 25.000 dollar AS.
Syam yang lulusan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada mulai menekuni bisnis berbasis kotoran sapi sejak 2006. Awalnya, dia sekadar ingin mengikuti perlombaan kreativitas di kampusnya. Apalagi, ia melihat kotoran sapi selama ini belum terkelola dengan baik.
Padahal, banyak peternakan yang berada di daerah pemukiman yang limbahnya tidak terkelola dengan benar. Tentu saja, ini akan menjadi sumber pencemaran lingkungan berupa bau tak sedap yang dapat mengundang lalat yang kemudian akan menyebarkan kotoran tersebut.
Selain pencemaran udara, kotoran sapi juga bisa menimbulkan pencemaran air. Soalnya, banyak kotoran sapi yang dibuang begitu saja ke sungai oleh para peternak. Lagi-lagi, tentu saja, pencemaran tersebut bisa menimbulkan beragam penyakit.
Berangkat dari situ, Syam kemudian mencari tahu lebih banyak mengenai kandungan kotoran sapi melalui pelbagai literatur. Akhirnya, ia menemukan, dalam setiap 1 kilogram kotoran sapi terdapat kandungan silika sebesar 9,6 persen. Silika merupakan suatu senyawa yang bisa diolah menjadi bahan baku untuk gerabah dan batu bata.
Syam pun berkonsultasi dengan para dosennya dan pihak-pihak lain yang berkecimpung di dunia pengolahan limbah hewan mengenai kelanjutan bisnis berbasis kotoran sapi. "Waktu itu, tidak sedikit yang meragukan peluang bisnis ini," ungkap Syam.
Beragam eksperimen ia lakukan. Dengan kegigihan dan konsistensinya, usaha Syam mulai berbuah hasil. Bahkan, banyak orang menilai, produk batu bata dan gerabah buatannya lebih halus, ringan, dan kuat.
Proses pembuatannya juga tidak begitu rumit. Kotoran sapi cukup dicampur dengan tanah keras dan ditambahkan formula bio-aktivasi berupa faerumnesia. Kemudian, biarkan selama dua sampai tiga minggu hingga berbentuk seperti tanah liat.
Fungsi formula faerumnesia adalah meningkatkan kadar silika dalam kotoran sapi sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku. Formula ini juga berfungsi untuk menghilangkan aroma tidak sedap dari kotoran sapi tersebut.
Setelah berbentuk tanah liat, bahan ini bebas dibentuk sesuai keinginan. Apakah mau dibentuk batu bata, gerabah, maupun kerajinan tangan. "Satu ton limbah sapi bisa untuk membuat 500-900 batu bata," kata Syam.
Prosesnya juga sama dengan pembuatan gerabah pada umumnya, mulai dari pembentukan, penjemuran, pembakaran, hingga penyempurnaan. Begitu juga waktu yang diperlukan dari proses pembentukan, penjemuran, pembakaran hingga penyempurnaan, juga sama, hanya satu setengah bulan.
Menurut Syam, bahan baku dari olahan kotoran sapi mampu bertahan pada suhu 1.000 derajat celsius.
Saat ini, Syam sudah memasok produk gerabah, batu bata, dan kerajinan bikinannya hampir ke seluruh Indonesia. Untuk kerajinan tangan, permintaan paling banyak dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kebanyakan pembeli mencari sebagai pajangan di dalam rumah atau untuk suvenir. "Untuk produk lampu aladin, artis Dorce dan Wulan Guritno merupakan konsumen kami," ujar Syam bangga.
Produk kerajinan tangan buatan Syam siap menembus pasar ekspor. Akhir 2010 lalu, ada pengusaha asal Belanda yang tertarik untuk bekerja sama. Pengusaha ini menyatakan, olahan kotoran sapi juga bisa sebagai isolator sehingga tahan untuk empat musim.
Syam sudah mulai mengirimkan beberapa produknya ke negeri kincir angin tersebut sebagai sampel. Jika kerja sama tersebut berjalan lancar, ia akan mulai secara rutin mengekspor produknya dalam jumlah besar.
Dengan meningkatkan promosi dan pemberian informasi yang benar kepada masyarakat luas, Syam yakin bisnis berbasis kotoran sapi ini akan terus memberikan keuntungan. Prinsip utamanya adalah mengubah masalah menjadi sebuah keuntungan. "Sambil mengurangi limbah, kita juga bisa meraih keuntungan yang menjanjikan," ujarnya.
Promosi menjadi penting lantaran satu-satunya hambatan para konsumen adalah mereka masih ragu dengan aroma yang tidak sedap yang akan muncul dari produk-produk berbahan baku kotoran sapi.
Padahal, seluruh pelanggan produk-produk buatan Sam sudah tegas-tegas menyatakan, hasil olahan limbah sapi itu benar-benar sudah terbebas dari bau tak sedap. Toh, masih ada orang yang ragu dan tidak percaya.
Kini, selain aktif mempromosikan melalui internet, Syam juga kerap ikut pameran skala nasional maupun internasional. Syam bahkan sudah mempromosikan produk-produknya di China dan Australia
No comments:
Post a Comment