Bisa jadi karena sekolah formal tidak memenuhi harapan banyak orangtua, maka muncul kesadaran untuk menyekolahkan anak di rumah atau dalam kelompok belajar kecil. Tujuannya agar kemampuan dan minat anak lebih terasah dan fokus mendalaminya.
Homeschooling Primagama (HSPG) melihat celah ini. Lembaga pendidikan ini melayani pendidikan SD hingga SMA dan menyasar kelas menengah ke atas. Pendidikan ini bisa diikuti siswa yang juga bersekolah formal atau siswa yang tidak masuk sekolah formal. "Kami membimbing siswa dengan melihat potensi serta memfokuskan bakat anak," kata Direktur HSPG Kusnanto.Lembaga pendidikan alternatif ini menggunakan dua kurikulum sekaligus, yakni kurikulum nasional dan kurikulum internasional. Layaknya siswa di sekolah formal, siswa HSPG pun bisa ikut Ujian Akhir Nasional (UAN), juga Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK).
Karena berbasis kurikulum Cambridge International, siswa dapat ikut ujian dari Cambridge. Dengan begitu, siswa dapat memilih mengantongi ijazah formal dengan UAN, ijazah nonformal dengan UNPK, atau ijazah internasional dalam Cambridge International Examination.
HSPG menawarkan bentuk pengajaran individu dan komunitas. Bila siswa ingin belajar di rumah, pengajar Primagama akan datang mengajarinya. Jika siswa ingin belajar dalam komunitas, ia bisa datang ke kelas di kantor HSPG. Satu komunitas belajar hanya menampung maksimal lima siswa. "Satu siswa bisa dibimbing lima atau enam pengajar. Ini karena setiap pengajar mewakili satu atau dua bidang studi," imbuhnya.
Sejak dua tahun lalu, HSPG membuka program waralaba. Hingga saat ini sudah ada 11 mitra HSPG. Di Jakarta sudah berdiri tiga mitra HSPG. "Sebentar lagi HSPG juga akan hadir di Bogor, Denpasar, Surabaya, Balikpapan, dan Banjarmasin," kata Kusnanto.
HSPG menawarkan waralaba senilai Rp 224,5 juta. Nilai ini mencakup biaya kerja sama usaha Rp 75 juta, biaya survei Rp 2 juta, sarana belajar dan perlengkapan Rp 45 juta, renovasi Rp 55,5 juta, pemasaran Rp 37 juta, dan biaya lain-lain Rp 10 juta. Investasi itu di luar biaya tenaga kerja, biaya listrik, air, dan telepon, serta biaya pemeliharaan gedung.
Jumlah guru disesuaikan dengan jumlah dan kebutuhan siswa. Kusnanto mencontohkan, HSPG Yogyakarta memiliki 40 pengajar yang melayani siswa individu dan siswa komunitas. Mitra harus menyediakan minimal lima ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, dan ruang musik. "Ruko dua lantai cukup," ujar Kusnanto.
Pendapatan mitra berasal dari uang pendaftaran, uang SPP per bulan, uang pangkal, uang kegiatan per semester dan uang ujian tiap akhir periode. "HSPG Yogyakarta dengan sekitar 60 siswa dapat meraup omzet Rp 1,7 miliar per tahun," tutur Kusnanto. Ia menargetkan bisa menjaring banyak mitra agar HSPG ada di setiap kota di Indonesia.
Pengamat waralaba Erwin Halim menuturkan, bila HSPG punya target kelas menengah ke atas, lembaga pendidikan ini harus mempromosikan diri di kota-kota besar. "Jalur pemasarannya harus cari bentuk lain, misalnya lewat lomba atau kegiatan yang berhubungan dengan pelajar," katanya.
Erwin menilai pelajar yang mengikuti homeschooling kemungkinan besar tidak memiliki kehidupan sosial serupa pelajar sekolah formal. Pelajar homeshooling belajar secara individual atau hanya di kelompok kecil. "HSPG harus menutupi kebolongan itu dengan cara menyelenggarakan acara-acara unik untuk mendekatkan anak dengan kehidupan sosial," tutur Erwin. (Gloria Natalia/Kontan)
No comments:
Post a Comment