Saturday, May 14, 2011

Bisnis Keluarga


Ada sebuah referensi menarik yang pernah saya baca, bahwa kebanyakan bisnis di negara barat, khususnya Amerika, adalah bisnis keluarga. Hanya saja, bisnis semacam itu bisa jadi besar atau jadi satu kekuatan ekonomi, asal saja ada kekompakan dalam keluarga.
Selain itu, mereka juga harus memiliki jiwa entrepreneur. Memang tujuan paling urgent bagi bisnis keluarga adalah dapat menghasilkan keuntungan, dan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Saya akui, memang ada kekuatan dan kelemahan dari bisnis keluarga. Kekuatannya, yaitu ada suatu kepercayaan lebih pada keluarga itu sendiri dibandingkan pada orang lain. Dan, jika pemilik atau anggota keluarga bisa melayani langsung pada pelanggan atau konsumen tentu mereka akan merasakan pelayanan khusus.
Sementara, kelemahannya adalah bisnisnya akan terganggu jika ada masalah keluarga masuk dalam operasional bisnis. Sebab, bagaimanapun yang namanya bisnis keluarga, tentu banyak berkaitan dengan emosi, perlakuan, keamanan, di samping soal produktivitas, keuntungan dan pencapaian tujuan bisnis itu sendiri.
Contohnya, ada pasangan suami istri jadi pengusaha, maka, bisnis mereka akan berhasil jika mereka bisa jadi partner bisnis yang baik. Tapi jika tidak, pengalaman yang menyakitkan akan mereka alami.
Menurut pakar Entrepreneurship, Charles Kuehl, kelemahan suami istri yang sama-sama pengusaha itu, yaitu mereka akan terlau sering bersama-sama. Perbincangan di rumah kerap kali didominasi masalah bisnis. Jika terjadi perceraian, mengakibatkan suramnya bisnis mereka.
Sedangkan keuntungannya adalah pasangan keluarga ini biasanya dapat bekerja lebih lama untuk membuat bisnisnya sukses. Dan, mereka juga dapat berganti shift berjaga di rumah dan di kantor.
Lantas bagaimana jika dalam bisnis tersebut anak-anak mereka juga ikut serta? Saya rasa, hal ini sah-sah saja. Oleh karena hal itu sudah merupakan bagian dari hidup mereka. Mesti ada juga pakar yang berpendapat, bahwa bisnis seperti itu kerap kali tak bisa berkembang dengan baik bila telah dimiliki oleh generasi kedua.
Menurut saya, kemungkinan itu terjadi kalau generasi kedua tadi memang tak memiliki jiwa entrepreneur. Atau karena mereka memang tak ingin berada di bawah bayang-bayang kesuksesan orang tuanya.
Oleh karena itu, menurut saya, tidak ada masalah jika ingin mengembangkan bisnis keluarga, asal saja tetap ada kekompakkan dan jiwa entrepreneur yang terus dikembangkan. Apalagi, bisnis keluarga ini mempunyai fleksibilitas tinggi, terutama dalam operasional bisnisnya.
Namun, bagaimanapun kita harus menyadari, bahwa bisnis keluarga itu ada kelemahannya, dan bagaimana kita bisa menutupinya. Tapi saya yakin, jika kita menjadi Entrepreneur sejati pasti akan mampu mempertimbangkan, mana yang terbaik untuk dipilih demi masa depan bisnis keluarga.
Sumber; Purdi E Chandra

No comments:

Post a Comment