Jika tidak bermodal nekat, Manampin Girsang tidak akan mungkin pergi  ke Bali dan sukses menjadi eksportir mebel. Hanya bermodal Rp 1,5 juta  dan kemampuan berbahasa Inggris, ia dipercaya mengelola bisnis mebel  antik sampai akhirnya sukses membuka bisnis sendiri.
Sukses sering  berawal dari sebuah pertemanan atau kemitraan. Itu juga yang dialami  Manampin Girsang. Berawal dari bekerja sama dengan seorang pedagang  barang antik, kini pria kelahiran Brastagi, Sumatera Utara, ini berhasil  menjadi eksportir mebel antik ke Eropa, Amerika Serikat, dan Timur  Tengah.
Menggunakan merek Gabe International, produk mebel  Manampin sudah dikenal sebagian pengusaha hotel atau vila di luar  negeri. Sejak 20 tahun silam, ia memasok mebel antik ke beberapa hotel  dan vila mewah di Cayman Island, Kepulauan Fiji, Bahama, dan Mauritius.  Tiap bulan, ia mengekspor setidaknya enam hingga delapan kontainer.  Nilai tiap kontainer ukuran 40 kaki 20.000 dollar AS-25.000 dollar AS.
Saat ini, selain memiliki gerai mebel di Bali, Pipin, panggilan akrab Manampin, juga mempunyai galeri, workshop,  dan pabrik di Jepara, Jawa Tengah. Maklum, beragam produk yang  diekspornya, dari meja, bufet, kursi, hingga dipan, semuanya diukir,  dipahat, dan dikerjakan para perajin di Jepara.
Semua produk itu  rata-rata diekspor tanpa merek, terutama jika pemesannya adalah  perusahaan. Berdasarkan informasi dalam situsnya, klien Pipin antara  lain Soneva Hotel, Club Med, serta Great Bay Hotels and Casino. Selain  korporat, pelanggan mebel Gabe adalah para pemilik rumah atau vila.
Pipin,  yang kini berusia 42 tahun, tidak menyangka bakal menjadi eksportir  mebel seperti sekarang. Sejak kecil, ayahnya yang bekerja di PT  Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengarahkannya untuk belajar teknik.  Setelah masuk Sekolah Teknik Mesin (STM) di Brastagi, ia lantas kuliah  di Jurusan Teknik Mesin Universitas Indonesia.
Tapi, sebenarnya,  anak keempat dari tujuh bersaudara ini lebih menyukai bahasa ketimbang  teknik. Saat masih sekolah di STM, ia senang memandu turis yang datang  ke Brastagi. Namun, lantaran orientasinya berbeda, Pipin tidak lulus di  UI. Alhasil, ia memilih merantau ke Bali pada tahun 1989.
"Saya kabur karena drop out," katanya.
Saat  itu, dengan bekal duit Rp 1,5 juta dan kemampuan berbicara dalam bahasa  Inggris, Pipin ingin mencari kerja di Bali. Sementara masih  lontang-lantung, ia lebih banyak bergaul dengan para turis dan acap  memandu mereka.
Lewat seorang teman dari Kanada yang dikenal saat  masih di UI, ia bertemu Giovanni, pria asal Italia yang berbisnis di  Bali.  Nah, oleh Giovanni, Pipin ditawari menjual bikini aspal. Artinya,  merek terkenal tapi palsu.
Celakanya, usaha itu tidak berjalan  lama. Dia bahkan ditangkap oleh petugas keamanan lantaran tidak menjadi  anggota paguyuban penjual.
"Karena saya bukan anggota mereka, saya dianggap ilegal," katanya.
Akibatnya,  Pipin masuk dalam daftar hitam untuk berjualan dan beroperasi di  kawasan Kuta. Giovanni menawari Pipin bisnis lain, yakni berjualan  barang antik.
"Orang Italia memiliki selera yang bagus untuk seni," ujarnya.
Ia  melihat kebutuhan mebel di Bali sangat besar. Giovanni langsung  percaya, dan memberi modal kamera dan uang agar pria yang pernah ingin  menjadi tentara angkatan laut ini bisa berburu mebel antik.
Berjualan mebel antik  
Naluri  bisnis Pipin tidak meleset. Ia berburu mebel antik ke Madura dan  Jepara. Produknya dijual di Indonesia ataupun diekspor ke luar negeri.
Sebelum  dijual, kadang ia harus memoles, mengecat, dan memperbaiki sendiri  mebel antik itu. Pipin mendapat bagian 10 persen dari hasil penjualan  mebel itu.  Karena hasil kerjanya bagus, akhirnya Pipin mendapat modal  Rp 30 juta dari Giovanni untuk membangun workshop di Jepara.
"Jepara memiliki banyak talenta dan mebelnya bagus," katanya.
Ia  juga mendapat hak untuk mencari pembeli sendiri, di luar pelanggan  Giovanni. Tahun 1991, ia resmi mendirikan Gabe International.
"Gabe berasal dari nama malaikat, Gabriel," katanya.
Untuk memperluas pemasarannya, Pipin membuat situs web.  Ia rela merogoh kocek Rp 2,5 juta untuk menyewa jasa pembuat situs.  Nah, dari situsnya itu, para pembeli berdatangan, kebanyakan dari luar  negeri.
"Berbisnis lewat internet juga bisnis kepercayaan. Karena  itu, saya menjaga kualitas mebel yang saya kirim," kata Pipin, yang  sering terjun sendiri menjual produknya.
Mulai 2003, Pipin  mengembangkan bisnis sendiri, lepas dari Giovanni yang sedang terbelit  masalah keuangan. Saat itu, ia tidak ada persoalan dengan modal lantaran  punya simpanan dalam dolar AS yang setara dengan Rp 1,7 miliar.  Berbekal itu, Pipin menggenjot penjualan lewat situs web.
Lantaran  selalu menjaga kepercayaan pemesan, pelanggan mebel antik buatan Pipin  semakin banyak. Hampir semuanya memesan lewat internet.  Saat ini  permintaan ekspor mebel tetap bagus. Ia bahkan menargetkan, dalam  beberapa tahun ke depan, nilai ekspornya mencapai Rp 1 triliun per  tahun.
"Saya juga ingin punya merek sendiri," katanya.
Maklum, ia ingin mengharumkan nama produk asal Indonesia. (Dian Pitaloka Saraswati)
SUMBER; KONTAN 
 
 
No comments:
Post a Comment