Citarasa martabak yang manis dan gurih membuat kudapan ini masih banyak
diburu oleh banyak orang. Tak heran, John Dean pun berani menawarkan
kemitraan gerai martabak Faridah de Paris.
John sendiri sudah berjualan martabak sejak 1996. Sebelumnya, ia telah menawarkan kemitraan serupa, yakni martabak Spektakuler. Sejatinya, martabak Faridah de Paris ini merupakan pengembangan terbaru John. Ia ingin mengincar pasar berbeda. "Harga jual produk martabak konsumen lebih murah, begitu juga dengan nilai paket investasinya juga lebih murah daripada martabak Spektakuler," tuturnya.
Ia menawarkan kemitraan martabak Faridah de Paris, dengan investasi senilai Rp 50 juta, belum termasuk sewa tempat. Dengan investasi ini, mitra akan mendapatkan peralatan untuk proses produksi, termasuk booth, merek Faridah de Paris, dan pelatihan membuat martabak manis maupun martabak telur.
Namun, jika mitra ada di luar kota, biaya pengiriman booth harus ditanggung sendiri. "Untuk saat ini, kami hanya menerima pembeli franchise dari daerah Jawa Barat termasuk Jakarta," kata John.
Selain ongkos pengiriman booth, John mengenakan biaya tambahan untuk survei dan pelatihan karyawan di luar Bandung. Untuk biaya survei di luar Bandung, dikenakan biaya Rp 1 juta.
Adapun biaya training di luar Bandung, John mematok Rp 2 juta. Apabila calon mitra menginginkan tenaga yang sudah terampil, mereka bisa menyewa dari pusat dengan biaya Rp 2,5 juta untuk dua minggu.
Untuk lokasi usaha, John bilang, gerai tak harus berada di dalam kios. Mitra bisa menggelar tenda di area parkir, depan salon, apotek atau sarana umum lain "Sehingga bisa menghemat biaya sewa," tuturnya.
Paket investasi Faridah de Paris ini berlaku untuk selamanya. Namun, calon mitra harus membayar biaya perpanjangan kemitraan sebesar Rp 2 juta per tahun. Biaya perpanjangan kemitraan ini mulai dibayarkan pada tahun kedua. Selain itu, John juga mengutip royalty fee sebesar Rp 500.000 per bulan.
Harga murah menjadi kelebihan Faridah de Paris. John membanderol harga jual produk martabak Faridah de Paris mulai Rp 20.000 per loyang. Harga ini, kata John, lebih murah dibandingkan dengan harga jual martabak pedagang kaki lima. Alhasil, semua pembeli pada level mana pun akan sanggup dan senang membeli di Faridah de Paris.
Dalam satu hari, John memperkirakan, martabak Faridah de Paris mampu menjual sekitar 70 hingga 75 loyang. Dengan penjualan sebanyak ini, kemitraan martabak Faridah de Paris mampu meraup omzet Rp 42 juta hingga Rp 45 juta per bulan.
Dengan omzet sebesar itu, menurut perhitungan John, calon mitra bisa balik modal dalam waktu empat bulan. "Omzet 75 loyang per hari adalah asumsi penjualan yang sangat realistis berdasarkan pengalaman dan bukan omzet fantastik," kata John.
Pengamat waralaba, Erwin Halim mengatakan, apa yang dilakukan oleh John merupakan strategi pasar. Dengan mengeluarkan produk baru, John ingin membidik kalangan yang berbeda. Dengan harga jual yang relatif miring, martabak Farida de Paris tidak akan menjadi pesaing martabak Spektakuler. "Seperti Aqua dan Vit itu kan satu pabrik. Secara marketing oke-oke saja dan bukan kompetitor. Karena segmen pasarnya beda dan bisa menjangkau semua kalangan," kata Erwin.
Meski bukan pesaing produk sebelumnya, menurut Erwin, harus ada standar-standar yang diatur, seperti misalnya pemilihan lokasi tempat martabak Farida de Paris yang tidak berdekatan dengan martabak Spektakuler. (Fitri Nur Arifeni/Kontan)
John sendiri sudah berjualan martabak sejak 1996. Sebelumnya, ia telah menawarkan kemitraan serupa, yakni martabak Spektakuler. Sejatinya, martabak Faridah de Paris ini merupakan pengembangan terbaru John. Ia ingin mengincar pasar berbeda. "Harga jual produk martabak konsumen lebih murah, begitu juga dengan nilai paket investasinya juga lebih murah daripada martabak Spektakuler," tuturnya.
Ia menawarkan kemitraan martabak Faridah de Paris, dengan investasi senilai Rp 50 juta, belum termasuk sewa tempat. Dengan investasi ini, mitra akan mendapatkan peralatan untuk proses produksi, termasuk booth, merek Faridah de Paris, dan pelatihan membuat martabak manis maupun martabak telur.
Namun, jika mitra ada di luar kota, biaya pengiriman booth harus ditanggung sendiri. "Untuk saat ini, kami hanya menerima pembeli franchise dari daerah Jawa Barat termasuk Jakarta," kata John.
Selain ongkos pengiriman booth, John mengenakan biaya tambahan untuk survei dan pelatihan karyawan di luar Bandung. Untuk biaya survei di luar Bandung, dikenakan biaya Rp 1 juta.
Adapun biaya training di luar Bandung, John mematok Rp 2 juta. Apabila calon mitra menginginkan tenaga yang sudah terampil, mereka bisa menyewa dari pusat dengan biaya Rp 2,5 juta untuk dua minggu.
Untuk lokasi usaha, John bilang, gerai tak harus berada di dalam kios. Mitra bisa menggelar tenda di area parkir, depan salon, apotek atau sarana umum lain "Sehingga bisa menghemat biaya sewa," tuturnya.
Paket investasi Faridah de Paris ini berlaku untuk selamanya. Namun, calon mitra harus membayar biaya perpanjangan kemitraan sebesar Rp 2 juta per tahun. Biaya perpanjangan kemitraan ini mulai dibayarkan pada tahun kedua. Selain itu, John juga mengutip royalty fee sebesar Rp 500.000 per bulan.
Harga murah menjadi kelebihan Faridah de Paris. John membanderol harga jual produk martabak Faridah de Paris mulai Rp 20.000 per loyang. Harga ini, kata John, lebih murah dibandingkan dengan harga jual martabak pedagang kaki lima. Alhasil, semua pembeli pada level mana pun akan sanggup dan senang membeli di Faridah de Paris.
Dalam satu hari, John memperkirakan, martabak Faridah de Paris mampu menjual sekitar 70 hingga 75 loyang. Dengan penjualan sebanyak ini, kemitraan martabak Faridah de Paris mampu meraup omzet Rp 42 juta hingga Rp 45 juta per bulan.
Dengan omzet sebesar itu, menurut perhitungan John, calon mitra bisa balik modal dalam waktu empat bulan. "Omzet 75 loyang per hari adalah asumsi penjualan yang sangat realistis berdasarkan pengalaman dan bukan omzet fantastik," kata John.
Pengamat waralaba, Erwin Halim mengatakan, apa yang dilakukan oleh John merupakan strategi pasar. Dengan mengeluarkan produk baru, John ingin membidik kalangan yang berbeda. Dengan harga jual yang relatif miring, martabak Farida de Paris tidak akan menjadi pesaing martabak Spektakuler. "Seperti Aqua dan Vit itu kan satu pabrik. Secara marketing oke-oke saja dan bukan kompetitor. Karena segmen pasarnya beda dan bisa menjangkau semua kalangan," kata Erwin.
Meski bukan pesaing produk sebelumnya, menurut Erwin, harus ada standar-standar yang diatur, seperti misalnya pemilihan lokasi tempat martabak Farida de Paris yang tidak berdekatan dengan martabak Spektakuler. (Fitri Nur Arifeni/Kontan)
No comments:
Post a Comment