Bank Indonesia (BI) menegaskan bakal memberikan sanksi kepada bank yang tak mengumumkan transparansi suku bunga dasar kredit (prime lending rate). Sanksi tersebut berupa denda hingga Rp 500 juta.
Muliaman Darmansyah Hadad, Deputi Gubernur BI, mengungkapkan, sanksi berlaku bagi bank yang tak transparan mengumumkan suku bunga dasar beberapa kredit, seperti kredit korporasi, ritel, KPR, dan non-KPR.
"Sanksi tersebut akan dilihat, apakah disengaja atau tidak," kata Muliaman, Senin (28/2/2011).
Mengutip data Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/22/PBI/2001, bank akan diberikan peringatan dua kali melalui surat teguran BI. Jika bank tidak memperbaiki atau mengumumkan laporan keuangan dengan tenggang waktu dua minggu, akan dikenai sanksi Rp 100 juta terendah dan Rp 500 juta tertinggi.
Selain itu, bank juga akan dikenai sanksi administratif, penurunan nilai kredit dalam penghitungan tingkat kesehatan, pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemilik dan pengurus bank. Sanksi juga dilakukan dengan cara pembekuan kegiatan usaha tertentu serta larangan turut serta dalam kegiatan kliring.
Informasi saja, bank yang pada atau setelah tanggal 28 Februari 2011 berdasarkan laporan bulanan bank umum (LBU) mempunyai total aset Rp 10 triliun atau lebih wajib melakukan publikasi informasi SBDK dalam rupiah melalui papan pengumuman di setiap kantor bank. Halaman utama situs web bank, dalam hal bank yang memiliki situs web. Surat kabar, yang dilakukan bersamaan dengan pengumuman laporan keuangan publikasi triwulanan untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Ekonom Bank Mandiri Tbk (BMRI) Mirza Adityaswara menilai, aturan awal prime lending rate merupakan bentuk eksperimen BI. Penerapan tersebut membutuhkan proses lama untuk mengetahui seberapa besar bunga yang kompetitif antarbank.
Menurut dia, jika melalui peraturan ini masyarakat mengharapkan suku bunga kredit dapat turun, itu tidak mudah. "Karena bank-bank itu butuh modal yang baik, sementara pemerintah tidak pernah memberikan modal, lihat saja bank BUMN mencari modal dari capital market," kata Mirza.
Mirza bilang, dalam memberikan ruang kompetisi perbankan, bukan hanya sekadar transparansi SBDK, melainkan dalam jangka panjang level kompetisi perbankan perlu fasilitas untuk mendorong kredit di sektor mikro dan ritel. "Bank juga perlu untung di sektor mikro dan ritel," tambah Mirza. (Nina Dwiantika/Kontan)
Muliaman Darmansyah Hadad, Deputi Gubernur BI, mengungkapkan, sanksi berlaku bagi bank yang tak transparan mengumumkan suku bunga dasar beberapa kredit, seperti kredit korporasi, ritel, KPR, dan non-KPR.
"Sanksi tersebut akan dilihat, apakah disengaja atau tidak," kata Muliaman, Senin (28/2/2011).
Mengutip data Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/22/PBI/2001, bank akan diberikan peringatan dua kali melalui surat teguran BI. Jika bank tidak memperbaiki atau mengumumkan laporan keuangan dengan tenggang waktu dua minggu, akan dikenai sanksi Rp 100 juta terendah dan Rp 500 juta tertinggi.
Selain itu, bank juga akan dikenai sanksi administratif, penurunan nilai kredit dalam penghitungan tingkat kesehatan, pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemilik dan pengurus bank. Sanksi juga dilakukan dengan cara pembekuan kegiatan usaha tertentu serta larangan turut serta dalam kegiatan kliring.
Informasi saja, bank yang pada atau setelah tanggal 28 Februari 2011 berdasarkan laporan bulanan bank umum (LBU) mempunyai total aset Rp 10 triliun atau lebih wajib melakukan publikasi informasi SBDK dalam rupiah melalui papan pengumuman di setiap kantor bank. Halaman utama situs web bank, dalam hal bank yang memiliki situs web. Surat kabar, yang dilakukan bersamaan dengan pengumuman laporan keuangan publikasi triwulanan untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Ekonom Bank Mandiri Tbk (BMRI) Mirza Adityaswara menilai, aturan awal prime lending rate merupakan bentuk eksperimen BI. Penerapan tersebut membutuhkan proses lama untuk mengetahui seberapa besar bunga yang kompetitif antarbank.
Menurut dia, jika melalui peraturan ini masyarakat mengharapkan suku bunga kredit dapat turun, itu tidak mudah. "Karena bank-bank itu butuh modal yang baik, sementara pemerintah tidak pernah memberikan modal, lihat saja bank BUMN mencari modal dari capital market," kata Mirza.
Mirza bilang, dalam memberikan ruang kompetisi perbankan, bukan hanya sekadar transparansi SBDK, melainkan dalam jangka panjang level kompetisi perbankan perlu fasilitas untuk mendorong kredit di sektor mikro dan ritel. "Bank juga perlu untung di sektor mikro dan ritel," tambah Mirza. (Nina Dwiantika/Kontan)
No comments:
Post a Comment