Membangun sebuah rumah sebaiknya mencerminkan karakter penghuninya. Karena rumah itu sifatnya pribadi yang terwujud lewat bangunan dan ruang-ruang di dalamnya.
Begitulah pendapat arsitek Novriansyah Yakub dari studio Atelier riri. Menurutnya, karena cerminan karakter tiap orang maka kebutuhan ruang di tiap bangunan rumah itu berbeda. "Rumah tidak lagi mengikuti aturan baku, dimana harus ada ruang ini dan itu. Rumah harus dilihat apa kebutuhan penghuninya," katanya.
Menurut arsitek yang akrab dipanggil dengan Riri, akibat mengikuti aturan ruang yang baku dalam rumah, banyak terdapat ruang-ruang mati di dalamnya. "Misalnya saja, ada ruang tamu. Tapi penghuninya jarang menerima tamu. Ruang tersebut menjadi tidak berjalan seperti fungsinya," ujarnya.
Ruang mati seperti ini bisa diubah, misalnya dengan menggabungkan ruang tamu dan ruang keluarga menjadi satu. Tamu yang jarang datang bisa disambut di ruang keluarga. Riri menyarankan dalam membuat sebuah rumah, harus mempertimbangkan dari skala fungsional. Dari aktivitas penghuni, apa saja ruang yang dibutuhkan, bagaima dengan lingkungan fisik sekitar rumah (matahari, angin, ventilasi udara), juga lingkungan sekitarnya.
Seperti rumahnya yang terletak di kawasan Bintaro, di konsep sesuai karakter Riri yang seorang arsitek. Rumahnya tak memiliki pagar tinggi seperti rumah-rumah di sekitarnya. Namun memiliki halaman yang luas, dilengkapi area duduk, sehingga menjadi ajang sosialisasi dengan tetangga di sekitar rumahnya.
Rumah yang sekaligus studio ini cukup nyaman bagi tamu yang datang ke rumahnya. Meski rumah menantang sinar matahari, Riri membuat dinding masif dan meletakkan jendela pada posisi yang berkemungkinan kecil tersengat sinar matahari pada siang hari. Ketika masuk ke rumahnya, tamu langsung dihadapkan pada dapur bersih yang berdekatan dengan ruang kerja sekaligus ruang tamu. Di dalamnya, tamu tetap disuguhi dengan rasa santai dan nyaman. (Natalia Ririh)
Begitulah pendapat arsitek Novriansyah Yakub dari studio Atelier riri. Menurutnya, karena cerminan karakter tiap orang maka kebutuhan ruang di tiap bangunan rumah itu berbeda. "Rumah tidak lagi mengikuti aturan baku, dimana harus ada ruang ini dan itu. Rumah harus dilihat apa kebutuhan penghuninya," katanya.
Menurut arsitek yang akrab dipanggil dengan Riri, akibat mengikuti aturan ruang yang baku dalam rumah, banyak terdapat ruang-ruang mati di dalamnya. "Misalnya saja, ada ruang tamu. Tapi penghuninya jarang menerima tamu. Ruang tersebut menjadi tidak berjalan seperti fungsinya," ujarnya.
Ruang mati seperti ini bisa diubah, misalnya dengan menggabungkan ruang tamu dan ruang keluarga menjadi satu. Tamu yang jarang datang bisa disambut di ruang keluarga. Riri menyarankan dalam membuat sebuah rumah, harus mempertimbangkan dari skala fungsional. Dari aktivitas penghuni, apa saja ruang yang dibutuhkan, bagaima dengan lingkungan fisik sekitar rumah (matahari, angin, ventilasi udara), juga lingkungan sekitarnya.
Seperti rumahnya yang terletak di kawasan Bintaro, di konsep sesuai karakter Riri yang seorang arsitek. Rumahnya tak memiliki pagar tinggi seperti rumah-rumah di sekitarnya. Namun memiliki halaman yang luas, dilengkapi area duduk, sehingga menjadi ajang sosialisasi dengan tetangga di sekitar rumahnya.
Rumah yang sekaligus studio ini cukup nyaman bagi tamu yang datang ke rumahnya. Meski rumah menantang sinar matahari, Riri membuat dinding masif dan meletakkan jendela pada posisi yang berkemungkinan kecil tersengat sinar matahari pada siang hari. Ketika masuk ke rumahnya, tamu langsung dihadapkan pada dapur bersih yang berdekatan dengan ruang kerja sekaligus ruang tamu. Di dalamnya, tamu tetap disuguhi dengan rasa santai dan nyaman. (Natalia Ririh)
No comments:
Post a Comment