Menjadi korban PHK tidak selamanya membuat nasib terpuruk. Justru
setelah PHK, Aswan Nasser sukses berwirausaha di bidang perlengkapan
bayi bermerek La Vindhy Children & Baby Wear. Kini Aswan mampu
mencatat omzet sekitar Rp 100 juta per bulan. Bahkan dia sudah ekspor
produknya itu ke Afrika Selatan.Membangun usaha dari hasil jerih
payah sendiri memang tak semudah membangun usaha hasil warisan. Hal
itulah yang dirasakan Aswan Nasser, pemilik merek La Vindhy Children
& Baby Wear yang merintis usaha perlengkapan bayi pada tahun 2004.
Walaupun
sulit, Aswan membuktikan dengan kerja keras ia bisa membangun usahanya
itu. Kini, Aswan sudah memiliki tiga gerai penjualan perlengkapan bayi
di Bandung, Jawa Barat. Selain itu, Aswan juga memasok perlengkapan bayi
ke sejumlah toko dan department store yang ada di Bandung
hingga Jakarta.
Tak puas hanya menjadi produsen kelas lokal, sejak
beberapa tahun silam, Aswan merintis ekspor perlengkapan bayi merek La
Vindhy Children & Baby Wear ke Afrika Selatan dan Hongkong. "Butuh
waktu juga untuk bisa ekspor itu," kata Aswan.
Namun dari semua
cerita sukses itu, yang membuat Aswan senang adalah dia bisa memberi
kesempatan kerja pada orang lain. Lihat saja, usahanya yang kini
beromzet sekitar Rp 100 juta per bulan itu, telah mampu menampung
sebanyak 32 pekerja.
Aswan mengungkapkan, sebelum terjun ke dunia
bisnis, dia adalah karyawan Bank Exim sejak tahun 1987. Dia bekerja di
bank milik pemerintah itu selama 13 tahun lamanya. Bahkan saat bank itu
merger menjadi Bank Mandiri, Aswan menyandang jabatan Asisten Wakil
Direktur Bank Exim.
Karena merger itu pula, Aswan pun harus rela
kehilangan pekerjaan alias terkena PHK. "Jabatan itu ternyata tidak
lama, karena saya keburu di PHK," kenang Aswan.
Setelah PHK, Aswan
sempat kebingungan lantaran jadi pengangguran. Walaupun ada niat ingin
bekerja tetapi krisis ekonomi membuat lowongan pekerjaan di perbankan
menjadi terbatas. "Saya sempat kebingungan, saya itu mau ngapain," jelas
pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah itu.
Karena terdesak
kebutuhan ekonomi, Aswan memutuskan untuk berdagang. Dengan modal uang
pesangon, Aswan memulai jualan seprai serta bed cover. Bersama
sang istri, Aswan menjajakan seprai kepada para kolega dan
teman-temannya. Walaupun labanya menggiurkan, tetapi seprai itu hanya
laris pada waktu tertentu saja alias musiman. "Penjualan ramai hanya
bulan puasa saja," keluh Aswan.
Setahun lamanya Aswan bertahan
dengan berjualan seprai. Hingga akhirnya, ia memutuskan banting setir
menjual produk lain yang lebih menguntungkan dan lebih banyak peminat,
yakni berjualan pakaian dan perlengkapan bayi. "Selama masih ada bayi
yang lahir, selama itu juga pakaian dan perlengkapan bayi akan
dibutuhkan," ungkap Aswan.
Agar fokus untuk berjualan pakaian
bayi, Aswan memboyong keluarganya tinggal di kota Bandung. Tujuannya
agar bisa lebih dekat dengan produsen perlengkapan bayi yang banyak
terdapat di Kota Kembang itu.
Dengan modal sebesar Rp 75 juta,
sisa pesangon yang tersisa, Aswan pun serius menggarap usaha pakaian dan
perlengkapan bayi itu. Aswan menjual perlengkapan bayi dengan cara
memasarkannya dari toko ke toko hingga masuk ke department store.
Setelah
mendapatkan langganan, Aswan mendapat batu sandungan. Produsen tempat
ia mengambil perlengkapan bayi enggan memberikan barang kepadanya.
"Pasokan barang sempat terhenti," ujar Aswan.
Demi menjaga nama
baik kepada pelanggan, Aswan memutuskan untuk memproduksi pakaian bayi
dengan membuka konveksi sendiri. Ia membeli mesin jahit dan mencari
tenaga kerja terampil yang banyak di kota Bandung. "Saya nekat
memproduksi perlengkapan bayi sendiri," kata alumni Universitas
Diponegoro itu.
Bak gayung bersambut, keputusan Aswan memproduksi
perlengkapan bayi mendapat sambutan baik dari sang istri tercinta Sri
Gamawati. Kebetulan, Sri mahir menjahit pakaian tetapi bukan pakaian
bayi.
Sembari belajar menjahit pakaian bayi, Sri mengkoordinir
penjahit terampil asal Bandung untuk memproduksi aneka celana, baju,
kaus kaki, dan sepatu untuk bayi. "Istri saya yang memproduksi, saya
yang menjual," ungkap Aswan.
Sarjana dari penjualan kopi
Pengalaman berdagang semasa kuliah menyelamatkan Aswan Nasser dari
kesulitan akibat kena PHK. Dengan pengalaman jualan kopi saat kuliah,
pria 44 tahun itu merintis usaha perlengkapan bayi La Vindy Children
& Baby Wear di Bandung. Namun merintis usaha memang tak mudah.
Bekerja
belasan tahun di perbankan ternyata tidak menghapus jiwa entrepreneur
Aswan Nasser, produsen La Vindy Children & Baby Wear, produsen
pakaian dan perlengkapan bayi di Bandung, Jawa Barat.
Bakat
sebagai seorang wirausahawan itu justru semakin kentara ketika Aswan
harus kehilangan pekerjaan. Awalnya memang tertatih-tatih, namun Aswan
akhirnya mampu membangun bisnis pakaian dan perlengkapan bayi tersebut.
Sebenarnya,
Aswan memang tak buta sama sekali tentang dunia usaha. Bagaimana pun,
pengalamannya sebagai bankir tentu juga bersentuhan dengan dunia usaha.
Apalagi Aswan punya pengalaman sebagai penjual kopi ketika dia masih
kuliah di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. "Saat kuliah, saya
sudah berjualan. Jadi sudah terbiasa," kata Aswan.
Saat menimba
ilmu itu, Aswan sudah nyambi dengan menjadi penjual kopi bubuk
produksi orang tua sahabatnya. Ketika itu, dia hanya bermodal
semangat. Namun dengan semangat itu pula, Aswan mampu berjualan kopi
hingga ke Tegal, Pekalongan hingga ke Cilacap.
Bahkan, dia
mengaku keasyikan berjualan sehingga sempat melupakan kuliah.
"Sampai-sampai kuliah kerap bolos," kata Aswan dengan tawa mengembang.
Dari laba jualan kopi itulah, Aswan mendapatkan tambahan uang saku dan
juga untuk ongkos kuliahnya.
Walaupun orang tua Aswan terbilang
mampu, Aswan tidak ingin merepotkan mereka. "Awalnya cuma coba-coba
ternyata menguntungkan," jelas Aswan.
Nah, setelah jadi
pengangguran, Aswan benar-benar mensyukuri pengalamannya berjualan kopi
di masa lalu itu. Dari pengalaman itu pula, Aswan kembali tegak berdiri
menyongsong masa depannya. "Pengalaman itu menjadi bekal saya sekarang
ini," imbuh Aswan.
Aswan mengakui memulai usaha itu memang
berat. Bisnis sebagai produsen dan pedagang aneka produk perlengkapan
bayi, memang tak selalu bisa berjalan mulus. Bahkan ketika usaha sudah
mulai berkembang sekalipun.
Ketika itu, Aswan mengenang, sempat
kehabisan stok barang akibat produsen pakaian dan perlengkapan bayi
langganannya menghentikan pasokan barang kepadanya. Karena tidak punya
produk yang bisa dijual, usaha Aswan pun sempat goyah.
Namun bagi
Aswan, merenungi masalah tak akan menyelesaikan persoalan. Karena itu,
dia justru mengubah masalah itu menjadi peluang. Untuk menyelesaikan
masalah pasokan tersebut, Aswan memutuskan memproduksi sendiri aneka
perlengkapan bayi itu. "Masalah saya jadikan peluang," tegas Aswan.
Saat
merintis produksi perlengkapan bayi itu, Aswan menyewa sebuah rumah di
Bandung. "Saya dan istri belajar tiga bulan agar bisa membuat
perlengkapan bayi itu," terang Aswan.
Pertama kali produksi,
Aswan bersama istrinya dibantu seorang karyawan. Dalam sepekan, Aswan
mampu memproduksi 40 lusin pakaian bayi. "Hasil produksi itu saya
pasarkan ke department store," kenang Aswan.
Setelah produksi
berjalan lancar, halangan usaha ternyata belum berhenti. Aswan
mengenang, ketika itu ada seorang pembeli yang gagal bayar pesanan
senilai Rp 14,4 juta.
Sedikitnya ada 20 lusin tas perlengkapan
bayi yang ia produksi menumpuk di rumahnya karena pembeli membatalkan
pemesanan. "Hal ini membuat putaran modal saya terhenti," kata Aswan
mengenang. Tak hanya itu, Aswan sempat merugi karena pesanan produk yang
telah diproduksi itu ternyata tidak sesuai dengan pesanan.
Demi
menjaga kepercayaan pembeli pula, Aswan pun rela merugi dengan
mengganti semua pesanan yang tak sesuai dengan keinginan pelanggan itu.
"Daripada hilang pelanggan, lebih baik keuntungan berkurang," ungkap
Aswan.
Menurut Aswan, untuk menjadi pengusaha tangguh pantang
patah arang, halangan-halangan usaha seperti yang pernah dia alami
adalah sesuatu yang biasa. Ia juga yakin rintangan itu juga bisa
terjadi pada pengusaha lain.
Rekrut penjahit pemula
Sukses
menjadi pemasok perlengkapan bayi ke departement store membuat Aswan
Nasser makin berambisi meluaskan usaha. Setelah membuka tiga gerai di
Bandung, La Vindhy telah mempunyai empat terwaralaba. Kini Aswan juga
sedang mempersiapkan pembukaan cabang baru di Solo dan Semarang.
Terampil
melakukan penjualan membuat usaha pakaian dan peralatan bayi milik
Aswan Nasser berkembang pesat. Hingga kini ia telah menjadi pemasok di
30 departement store yang tersebar di Pulau Jawa.
Tidak hanya
itu, Aswan juga mulai meninggalkan ketergantungan dari pemasok dan mulai
serius membuat produk sendiri. Nah, begitu mempunyai produk sendiri,
Aswan pun membuka gerai yang dia beri nama La Vindhy Children & Baby
Wear di Bandung. "Hingga sekarang saya sudah memiliki tiga gerai,
seluruhnya ada di Bandung," kata Aswan.
Agar usahanya bisa
berkembang, Aswan dalam waktu dekat berencana untuk mendirikan cabang di
kota Solo dan kota kelahirannya, Semarang, Jawa Tengah.
Selain
itu, tahun lalu, Aswan juga menawarkan usaha waralaba perlengkapan bayi
ini kepada khalayak. tak tanggung-tanggung, usaha waralaba yang
ditawarkan Aswan adalah waralaba konveksi dan waralaba toko.
Untuk
waralaba konveksi, Aswan sudah memiliki dua terwaralaba, semuanya dari
Jawa Barat. Untuk waralaba konveksi itu, Aswan menawarkan paket
investasi sebesar Rp 43 juta.
Investor yang berinvestasi pada
waralaba konveksi itu akan mendapatkan dua mesin jahit, mesin potong
kain, bahan baku, serta pelatihan usaha.
Sedangkan hasil produksi
dari konveksi bisa dijual lewat gerai-gerai La Vindhy. Hitungan Aswan,
setidaknya 60 persen produksi terwaralaba konveksi itu dijual lewat
toko La Vindhy. Sedangkan, "40 persen sisanya dijual ke pasar umum,"
terang Aswan.
Namun, penambahan pasokan perlengkapan bayi dari
terwaralaba konveksi itu tidak semerta-merta mampu melayani seluruh
permintaan. "Kami baru bisa melayani 25 persen dari total permintaan,"
terang Aswan.
Untuk melayani semua permintaan, Aswan berencana
menambah penjahit untuk konveksi miliknya sendiri. Namun, untuk
menghemat biaya, Aswan tidak mencari penjahit profesional. Ia malah
mencari pejahit pemula.
Untuk mencari penjahit pemula, Aswan
membuat program kursus menjahit gratis di sebuah perkampungan di
pinggiran kota Bandung. "Program kursus menjahit gratis ini sedang
berjalan," ungkap Aswan.
Peserta kursus menjahit yang dicari
Aswan itu berasal dari pengangguran yang ada di perkampungan itu.
Setelah diberi kursus dan mahir dalam menjahit, maka peserta itu bisa
mendirikan usaha menjahit sendiri atau ikut bergabung dengan konveksi
miliknya.
Jika program itu berhasil, maka Aswan tidak hanya mampu
menambah produksi dengan menambah tenaga kerja dari penjahit pemula
itu. Ia bisa berbangga hati karena ikut membantu tugas pemerintah dalam
mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. "Seharusnya
program ini mendapat dukungan dari pemerintah," harap Aswan.
Dalam
membuat perlengkapan bayi, Aswan mengaku membuat produk yang
berkualitas. Sebab, pria asli Semarang itu membidik segmen pasar kelas
menengah atas.
Namun soal harga, ia berani menjamin harga yang
bersaing. Ia memberi contoh, harga gendongan bayi dijual Rp 21.000
hingga Rp 50.000 per potong. Untuk tas bayi dijual Rp 24.000 - Rp
75.000 per potong, sedangkan baju bayi dijual Rp 60.000 per lusin.
"Kami memberikan jaminan kualitas," klaim Aswan.
Adapun untuk
paket waralaba toko perlengkapan bayi, Aswan mematok nilai investasi
sebesar Rp 15 juta. Sejak ditawarkan tahun lalu, kini Aswan sudah
mempunyai dua terwaralaba toko perlengkapan bayi. Kedua terwaralaba itu
membuka gerai di Bandung.
Walaupun belum banyak yang menjadi
terwaralaba, tapi Aswan mengaku tetap menjaga kondisi bisnis
terwaralabanya. Ia mengklaim, setelah satu tahun bisnis waralaba
berjalan, ia tidak menemukan adanya kendala. "Ini bukti usaha kami
mengutungkan, karena tidak ada terwaralaba saya yang merugi," terang
Aswan. (Dea Chadiza Syafin/Kontan)
No comments:
Post a Comment