Asosiasi industri dan pemasar mobil di Indonesia, GAIKINDO, mengingatkan
Esemka wajib mengutamakan konsumen bila memasarkan produknya nanti.
Pasalnya, pasar merupakan penentu utama keberlanjutan bisnis kalau
memang mobil tersebut akan diproduksi secara massal atau menjadi
industri.
Ketua I GAIKINDO, Jongkie D Sugiarto menjelaskan, semua merek mobil yang masuk ke pasar harus memenuhi syarat, yaitu hak konsumen. Semua merek, tanpa memandang dari asalnya, wajib memenuhi hak konsumen mulai dari kualitas, harga, teknologi, strategi pemasaran, layanan purna jual, ketersediaan suku cadang, garansi sampai jaringan dealer.
Tanpa faktor-faktor tersebut, sebuah merek sulit bertahan lama. Hal tersebut bukan hanya berlaku di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. "Otomotif nasional bukan sekedar bisa merakit mobil. Harus dari pemasok sampai segmen (konsumen) yang mau dituju, harus difikirkan benar-benar oleh mereka (Esemka)," jelas Jongkie kepada KompasOtomotif, Kamis (4/1/2012).
Suhari Sargo, pengamat otomotif nasional menambahkan, kehadiran dua model prototipe Esemka di Solo, Jawa Tengah menjadi titik awal produk asli dalam negeri. Namun, senada dengan Jongkie, Suhari mengatakan, untuk membangun industri otomotif yang baik masih panjang perjalanan yang harus ditempuh.
"Untuk merakit kendaraan secara massal, investasi pabrik tentu besar. Kalau melihat pasar saat ini (890.000 unit per tahun) minimal produksi yang harus dicapai Esemka 5.000 unit per tahun. Untuk ini, harus menyiapkan jaringan pemasok komponen dan menciptakan mata rantai produksi yang panjang," beber Suhari.
Insentif
Suhari menambahkan, sulit bagi sebuah industri otomotif lokal untuk bisa bersaing dengan merek-merek besar dunia. Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus ambil bagian dengan menciptakan peraturan-peraturan baru yang pro terhadap industri nasional.
"Pemerintah seharusnya bisa menciptakan insentif langsung namun jangan sampai bertentangan dengan WTO (world trade organization). Misalnya, peminjaman fasilitas infrastruktur untuk lokasi pabrik khusus industri nasional, sehingga bisa meringankan biaya," jelasnya.
Jongkie menambahkan, Esemka juga wajib menggandeng lembaga pembiayaan atau industri perbankan nasional supaya bisa memasarkan produknya di Indonesia. Pasalnya, 70 persen dari konsumsi otomotif menggunakan skema kredit.
"Kepercayaan pihak ketiga (lembaga pembiayaan) sangat penting. Pertama kali merek Korea dipasarkan di sini, tak ada perusahaan yang mau membiayai. Lama-lama juga berubah dan ini butuh waktu," lanjut Jongkie.
Hangat
Sementara itu, GAIKINDO menyambut hangat kehadiran Esemka di Indonesia. Sebagai payung asosiasi industri dan pemasar mobil di Indonesia, lembaga tersebut mengajak Esemka untuk menjadi anggota.
"Kami menyambut positif ide, upaya dan kreativitas anak bangsa Indonesia yang mau membuat mobil. Kalau mau masuk jadi anggota GAIKINDO silahkan saja," tutup Jongkie. Sumber; Kompas
Ketua I GAIKINDO, Jongkie D Sugiarto menjelaskan, semua merek mobil yang masuk ke pasar harus memenuhi syarat, yaitu hak konsumen. Semua merek, tanpa memandang dari asalnya, wajib memenuhi hak konsumen mulai dari kualitas, harga, teknologi, strategi pemasaran, layanan purna jual, ketersediaan suku cadang, garansi sampai jaringan dealer.
Tanpa faktor-faktor tersebut, sebuah merek sulit bertahan lama. Hal tersebut bukan hanya berlaku di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. "Otomotif nasional bukan sekedar bisa merakit mobil. Harus dari pemasok sampai segmen (konsumen) yang mau dituju, harus difikirkan benar-benar oleh mereka (Esemka)," jelas Jongkie kepada KompasOtomotif, Kamis (4/1/2012).
Suhari Sargo, pengamat otomotif nasional menambahkan, kehadiran dua model prototipe Esemka di Solo, Jawa Tengah menjadi titik awal produk asli dalam negeri. Namun, senada dengan Jongkie, Suhari mengatakan, untuk membangun industri otomotif yang baik masih panjang perjalanan yang harus ditempuh.
"Untuk merakit kendaraan secara massal, investasi pabrik tentu besar. Kalau melihat pasar saat ini (890.000 unit per tahun) minimal produksi yang harus dicapai Esemka 5.000 unit per tahun. Untuk ini, harus menyiapkan jaringan pemasok komponen dan menciptakan mata rantai produksi yang panjang," beber Suhari.
Insentif
Suhari menambahkan, sulit bagi sebuah industri otomotif lokal untuk bisa bersaing dengan merek-merek besar dunia. Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus ambil bagian dengan menciptakan peraturan-peraturan baru yang pro terhadap industri nasional.
"Pemerintah seharusnya bisa menciptakan insentif langsung namun jangan sampai bertentangan dengan WTO (world trade organization). Misalnya, peminjaman fasilitas infrastruktur untuk lokasi pabrik khusus industri nasional, sehingga bisa meringankan biaya," jelasnya.
Jongkie menambahkan, Esemka juga wajib menggandeng lembaga pembiayaan atau industri perbankan nasional supaya bisa memasarkan produknya di Indonesia. Pasalnya, 70 persen dari konsumsi otomotif menggunakan skema kredit.
"Kepercayaan pihak ketiga (lembaga pembiayaan) sangat penting. Pertama kali merek Korea dipasarkan di sini, tak ada perusahaan yang mau membiayai. Lama-lama juga berubah dan ini butuh waktu," lanjut Jongkie.
Hangat
Sementara itu, GAIKINDO menyambut hangat kehadiran Esemka di Indonesia. Sebagai payung asosiasi industri dan pemasar mobil di Indonesia, lembaga tersebut mengajak Esemka untuk menjadi anggota.
"Kami menyambut positif ide, upaya dan kreativitas anak bangsa Indonesia yang mau membuat mobil. Kalau mau masuk jadi anggota GAIKINDO silahkan saja," tutup Jongkie. Sumber; Kompas
No comments:
Post a Comment