Di kawasan Thamrin, Enda (21) sibuk menyortir setumpuk surat dan paket berbungkus cokelat yang memenuhi tas travel besar yang ditaruh di atas jok sepeda motor. Panas yang menyengat tidak menyurutkan langkah bapak dua anak ini mengantarkan surat dan paket.
Pekerjaan ini dijalani Enda sekitar dua pekan setelah dia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di kantor terdahulu. Upahnya Rp 50.000 per hari. ”Daripada tidak ada pekerjaan,” tutur Enda yang mengantarkan paket pada jam 08.00-17.00.
Dengan alasan itu pula, dia tidak terlalu mengkhawatirkan ramainya bom ataupun isu bom yang marak akhir-akhir ini. Ancaman terhadap keselamatannya pun tidak dihiraukan kendati Enda juga tidak paham apakah dirinya dilindungi asuransi atau tidak.
”Selama saya berniat dan bekerja baik, saya tidak takut dengan adanya bom yang dikirim lewat paket. Saya juga yakin perusahaan telah menyortir paket kiriman sebelum menerimanya,” tutur Enda.
Berbeda dengan Enda, Nasrul (30), yang menjadi kurir jasa pengiriman JNE, kini sering tidak tenang. Dia paranoid ketika mengantar paket buku yang mengingatkannya pada ledakan paket di Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2011).
Sejak itu, jika harus mengirim paket buku, dia berpikir sejenak. Kemudian menanyakan ke agen apakah paket tersebut sudah diperiksa. ”Kalau tidak ada kepastian aman, saya tidak tenang. Saya meminta agen memeriksa dahulu paket buku. Apalagi JNE sering ada pengiriman buku,” kata Nasrul.
Hal yang sama dilakukan Ridwan (31), kurir jasa pengiriman JNE. Ridwan yang melayani pengiriman barang di perkantoran juga memeriksa barang sebelum dikirim. Di depan si pengirim, Ridwan permisi membuka paket demi memastikan barang kiriman aman.
”Prosedurnya memang seperti itu, pengirim tidak boleh menolak pemeriksaan demi keamanan,” kata Ridwan.
Priono, agen jasa pengiriman JNE di Kemang, Jakarta Selatan, mengaku saat ini memang saat yang berat bagi para kurir. Pemeriksaan paket kiriman wajib dilakukan bagi pengirim yang belum dikenal. Adapun bagi pengirim langganan tidak perlu ada pemeriksaan lagi. ”Saya sudah tahu isinya karena mereka (pelanggan) sering mengirim lewat kami,” kata Priono.
Lebih terjamin
Berbeda dengan kurir perusahaan swasta, sekitar 2.400 pengantar surat yang bernaung di bawah PT Pos Indonesia relatif lebih terjamin. Mereka umumnya bekerja di suatu tempat dalam jangka waktu lama.
”Orang-orang di sini sudah kenal saya. Saya juga kenal mereka. Kalau ada sedikit salah tulis nama dan alamat, surat bisa tetap sampai,” ujar Djoko Murtiyanto, kurir PT Pos Indonesia yang bertugas untuk wilayah Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat.
Selama sekitar 20 tahun bekerja, Djoko sudah dikenal sehingga kecurigaan penerima surat atau paket juga bisa ditekan. Humas dan Protokol PT Pos Indonesia Divisi Regional IV Atjep Djuanda juga menyampaikan bahwa seluruh kurir dilindungi dengan asuransi Jamsostek dan Taspen. Bisnis jasa pengiriman di Jakarta memang terus meningkat.
PT Pos Indonesia Divisi Regional IV mencatat pengiriman surat dan paket standar tahun 2010 meningkat sekitar 6,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada periode itu juga, pengiriman paket kilat khusus melonjak 15,23 persen. Peningkatan pengiriman paket tentu meningkatkan kebutuhan atas kurir.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia Syarifuddin menaksir jumlah kurir di Jakarta mencapai 100.000 orang yang bekerja di 158 perusahaan jasa pengiriman. Sayangnya, belum semua kurir dilindungi asuransi.
”Perusahaan besar bisa memberikan asuransi untuk kurir, tetapi memang ada perusahaan yang belum mengasuransikan kurir mereka,” tuturnya.
Dengan kondisi seperti ini, keberadaan kurir tergolong rentan. Demi penghasilan ala kadarnya, mereka harus berputar-putar mengantarkan paket. Belum lagi bila harus menghadapi kecurigaan si penerima dan ancaman paket berbahaya. (ART/NDY)
Pekerjaan ini dijalani Enda sekitar dua pekan setelah dia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di kantor terdahulu. Upahnya Rp 50.000 per hari. ”Daripada tidak ada pekerjaan,” tutur Enda yang mengantarkan paket pada jam 08.00-17.00.
Dengan alasan itu pula, dia tidak terlalu mengkhawatirkan ramainya bom ataupun isu bom yang marak akhir-akhir ini. Ancaman terhadap keselamatannya pun tidak dihiraukan kendati Enda juga tidak paham apakah dirinya dilindungi asuransi atau tidak.
”Selama saya berniat dan bekerja baik, saya tidak takut dengan adanya bom yang dikirim lewat paket. Saya juga yakin perusahaan telah menyortir paket kiriman sebelum menerimanya,” tutur Enda.
Berbeda dengan Enda, Nasrul (30), yang menjadi kurir jasa pengiriman JNE, kini sering tidak tenang. Dia paranoid ketika mengantar paket buku yang mengingatkannya pada ledakan paket di Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2011).
Sejak itu, jika harus mengirim paket buku, dia berpikir sejenak. Kemudian menanyakan ke agen apakah paket tersebut sudah diperiksa. ”Kalau tidak ada kepastian aman, saya tidak tenang. Saya meminta agen memeriksa dahulu paket buku. Apalagi JNE sering ada pengiriman buku,” kata Nasrul.
Hal yang sama dilakukan Ridwan (31), kurir jasa pengiriman JNE. Ridwan yang melayani pengiriman barang di perkantoran juga memeriksa barang sebelum dikirim. Di depan si pengirim, Ridwan permisi membuka paket demi memastikan barang kiriman aman.
”Prosedurnya memang seperti itu, pengirim tidak boleh menolak pemeriksaan demi keamanan,” kata Ridwan.
Priono, agen jasa pengiriman JNE di Kemang, Jakarta Selatan, mengaku saat ini memang saat yang berat bagi para kurir. Pemeriksaan paket kiriman wajib dilakukan bagi pengirim yang belum dikenal. Adapun bagi pengirim langganan tidak perlu ada pemeriksaan lagi. ”Saya sudah tahu isinya karena mereka (pelanggan) sering mengirim lewat kami,” kata Priono.
Lebih terjamin
Berbeda dengan kurir perusahaan swasta, sekitar 2.400 pengantar surat yang bernaung di bawah PT Pos Indonesia relatif lebih terjamin. Mereka umumnya bekerja di suatu tempat dalam jangka waktu lama.
”Orang-orang di sini sudah kenal saya. Saya juga kenal mereka. Kalau ada sedikit salah tulis nama dan alamat, surat bisa tetap sampai,” ujar Djoko Murtiyanto, kurir PT Pos Indonesia yang bertugas untuk wilayah Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat.
Selama sekitar 20 tahun bekerja, Djoko sudah dikenal sehingga kecurigaan penerima surat atau paket juga bisa ditekan. Humas dan Protokol PT Pos Indonesia Divisi Regional IV Atjep Djuanda juga menyampaikan bahwa seluruh kurir dilindungi dengan asuransi Jamsostek dan Taspen. Bisnis jasa pengiriman di Jakarta memang terus meningkat.
PT Pos Indonesia Divisi Regional IV mencatat pengiriman surat dan paket standar tahun 2010 meningkat sekitar 6,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada periode itu juga, pengiriman paket kilat khusus melonjak 15,23 persen. Peningkatan pengiriman paket tentu meningkatkan kebutuhan atas kurir.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia Syarifuddin menaksir jumlah kurir di Jakarta mencapai 100.000 orang yang bekerja di 158 perusahaan jasa pengiriman. Sayangnya, belum semua kurir dilindungi asuransi.
”Perusahaan besar bisa memberikan asuransi untuk kurir, tetapi memang ada perusahaan yang belum mengasuransikan kurir mereka,” tuturnya.
Dengan kondisi seperti ini, keberadaan kurir tergolong rentan. Demi penghasilan ala kadarnya, mereka harus berputar-putar mengantarkan paket. Belum lagi bila harus menghadapi kecurigaan si penerima dan ancaman paket berbahaya. (ART/NDY)
Sumber :
Kompas Cetak
No comments:
Post a Comment