Saat ini, Batik tidak hanya menjadi kebanggaan Jogja, Solo, dan sekitarnya. Kota hujan Bogor pun yang terkenal dengan pusat kuliner, seperti roti unyil dan asinan Bogor, kini pun bisa memproduksi batik. Batik Bogor Tradisiku, begitulah merek dari usaha batik yang didirikan oleh pelopor Batik Bogor Siswaya, pada 13 Januari 2008.
Usahanya sendiri telah dimulai akhir 2007. Saat ini, telah memiliki 30 orang karyawan, termasuk yang tidak tetap. "Bapak yang mendirikan usaha ini, padahal Bapak dan keluarga nggak ada yang sebagai pembatik," tutur putri Siswaya, Lisha Luthfiana Fajri kepada Kompas.com, di Jakarta, Minggu (20/3/2011).
Meski diakui ayahnya memang kelahiran Jogja, tapi sudah 28 tahun tinggal di Bogor. "Kenapa diambil nama itu? Itu suatu doa juga, agar Batik Bogor menjadi tradisi. Selain itu, Bapak ingin memberikan sesuatu untuk melestarikan batik sebagai budaya Indonesia," jelasnya.
"Bogor kan awalnya nggak ada batik, jadi dengan ada usaha ini membuka lowongan pekerjaan. Nah, karena mereka nol pengetahuan membatiknya, kita adakan pelatihan, juga didatangkan tenaga-tenaga ahli," jelas Lisha.
Tenaga ahli ini didatangkan dari Jogja, yaitu para korban bencana gempa, ke Jakarta, sejumlah 4 orang. Empat orang ini yang mengajarkan sejumlah karyawan, yang merupakan penduduk Bogor untuk membatik.
Motif "Hujan-Gerimis" dan "Kujang-Kijang" sebagai Motif Andalan. "Karena Bogor kota hujan, kita mengusung motif dari situ, yaitu motif hujan-gerimis, dan kujang-kijang. Kujang itu kan senjata khas Jawa Barat, sedangkan Kijang sebagai perlambang ketentraman dan keamanan Kota Bogor. Selain itu ada motif bunga Bangkai," sebutnya, sambil memperlihatkan sejumlah kain berwarna ungu yang bermotif tersebut.
Mengenai produksi yang dihasilkan, ia menjelaskan, untuk kain tulis dengan tingkat kesulitan standar, sebulan bisa menghasilkan 50 kain. "Kalau batik cap bisa 150-200 kain, dan untuk printing sehari bisa 200 meter, tapi itu dengan syarat kondisi matahari cukup," ungkapnya. Cuaca Bogor yang dikenal dengan tingkat curah hujan yang tinggi, memberikan kendala untuk produksi.
Hambatan lainnya, menurut Lisha, harga produknya yang sempat dianggap mahal. "Batik ini dianggap mahal, lebih mahal dari dibandingkan daerah-daerah Jawa, seperti Pekalongan," jelasnya.
Sebenarnya mahal, karena batik ini pakai kain katun primisima yang kualitas baik. "Dan, dijamin tidak luntur," tutur Lisha. Ia mematok produknya, seperti untuk batik tulis mulai Rp 400.000- Rp 1,5 juta, batik cap Rp 160.000 - Rp 300.000, serta printing Rp 35.000 - Rp 40.000.
Dari Bogor hingga Thailand
Toko pusatnya ada di Jalan Jalak No.2, dekat Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan, proses pembuatannya ada di Neglasari, dekat asrama Brimob Kedung Halang. "Di Jalan Jalak, kami mengusung konsep tempat wisata, di situ ada cara pembuatannya, ada produk jadi, ada pelatihan, ada tempat kulinernya juga, dengan nama tempat yang sama, Batik Bogor Tradisiku," jelasnya.
Tempat pemasarannya pun tidak hanya di dua tempat tersebut, tapi meliputi mal, seperi Mal Botani Square-Bogor, Pasaraya Grande Jakarta, dan Sarinah Jakarta. "Juga ada kerjasama dengan galeri di kota lain, seperti di Madiun dan Thailand. Itu kerjasama dengan rekan saya, yang kebetulan kerja di Galeri Pattaya," tuturnya.
Seiring dengan kerjasama dengan Pemda Kota Bogor, produksi pun meningkat. Kerjasama tersebut menghasilkan permintaan batik untuk seragam pegawai. "Jadi, banyak "hujan-gerimis" di Kota Bogor, khususnya hari Kamis, kan hari pakai Batik kalau di Bogor," jelasnya.
Tidak hanya dipakai pegawai Pemda, sejumlah sekolah di Bogor bahkan Jakarta pun sudah menggunakan Batik Bogor Tradisiku ini sebagai seragam untuk para guru dan murid.
Dalam memenuhi permintaan batik untuk dipakai sebagai seragam, Batik Bogor ini juga menerima pesanan motif, seperti ikan untuk dinas perikanan.
Pelatihan Batik
Batik Bogor Tradisiku ini juga memberikan pelatihan membatik bagi para siswa hingga ibu-ibu rumah tangga. PGN pun Tertarik Untuk Dijadikan Mitra Binaan "Karena kami sudah memiliki kualitas yang baik, kinerjanya juga baik. Nah dari situ Perusahaan Gas Negara (PGN) melihat," jelasnya.
Dengan menjadi mitra binaan PGN sejak 2010, Batik Bogor Tradisiku telah diajak ke sejumlah pameran, yang tentu meningkatkan promosi dan penjualan. "Nah, dari pameran, produk kami bisa dibeli orang luar, waktu itu ada ekspat dari Thailand. Beli produk untuk koleganya disana," jelasnya.
Usahanya sendiri telah dimulai akhir 2007. Saat ini, telah memiliki 30 orang karyawan, termasuk yang tidak tetap. "Bapak yang mendirikan usaha ini, padahal Bapak dan keluarga nggak ada yang sebagai pembatik," tutur putri Siswaya, Lisha Luthfiana Fajri kepada Kompas.com, di Jakarta, Minggu (20/3/2011).
Meski diakui ayahnya memang kelahiran Jogja, tapi sudah 28 tahun tinggal di Bogor. "Kenapa diambil nama itu? Itu suatu doa juga, agar Batik Bogor menjadi tradisi. Selain itu, Bapak ingin memberikan sesuatu untuk melestarikan batik sebagai budaya Indonesia," jelasnya.
"Bogor kan awalnya nggak ada batik, jadi dengan ada usaha ini membuka lowongan pekerjaan. Nah, karena mereka nol pengetahuan membatiknya, kita adakan pelatihan, juga didatangkan tenaga-tenaga ahli," jelas Lisha.
Tenaga ahli ini didatangkan dari Jogja, yaitu para korban bencana gempa, ke Jakarta, sejumlah 4 orang. Empat orang ini yang mengajarkan sejumlah karyawan, yang merupakan penduduk Bogor untuk membatik.
Motif "Hujan-Gerimis" dan "Kujang-Kijang" sebagai Motif Andalan. "Karena Bogor kota hujan, kita mengusung motif dari situ, yaitu motif hujan-gerimis, dan kujang-kijang. Kujang itu kan senjata khas Jawa Barat, sedangkan Kijang sebagai perlambang ketentraman dan keamanan Kota Bogor. Selain itu ada motif bunga Bangkai," sebutnya, sambil memperlihatkan sejumlah kain berwarna ungu yang bermotif tersebut.
Mengenai produksi yang dihasilkan, ia menjelaskan, untuk kain tulis dengan tingkat kesulitan standar, sebulan bisa menghasilkan 50 kain. "Kalau batik cap bisa 150-200 kain, dan untuk printing sehari bisa 200 meter, tapi itu dengan syarat kondisi matahari cukup," ungkapnya. Cuaca Bogor yang dikenal dengan tingkat curah hujan yang tinggi, memberikan kendala untuk produksi.
Hambatan lainnya, menurut Lisha, harga produknya yang sempat dianggap mahal. "Batik ini dianggap mahal, lebih mahal dari dibandingkan daerah-daerah Jawa, seperti Pekalongan," jelasnya.
Sebenarnya mahal, karena batik ini pakai kain katun primisima yang kualitas baik. "Dan, dijamin tidak luntur," tutur Lisha. Ia mematok produknya, seperti untuk batik tulis mulai Rp 400.000- Rp 1,5 juta, batik cap Rp 160.000 - Rp 300.000, serta printing Rp 35.000 - Rp 40.000.
Dari Bogor hingga Thailand
Toko pusatnya ada di Jalan Jalak No.2, dekat Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan, proses pembuatannya ada di Neglasari, dekat asrama Brimob Kedung Halang. "Di Jalan Jalak, kami mengusung konsep tempat wisata, di situ ada cara pembuatannya, ada produk jadi, ada pelatihan, ada tempat kulinernya juga, dengan nama tempat yang sama, Batik Bogor Tradisiku," jelasnya.
Tempat pemasarannya pun tidak hanya di dua tempat tersebut, tapi meliputi mal, seperi Mal Botani Square-Bogor, Pasaraya Grande Jakarta, dan Sarinah Jakarta. "Juga ada kerjasama dengan galeri di kota lain, seperti di Madiun dan Thailand. Itu kerjasama dengan rekan saya, yang kebetulan kerja di Galeri Pattaya," tuturnya.
Seiring dengan kerjasama dengan Pemda Kota Bogor, produksi pun meningkat. Kerjasama tersebut menghasilkan permintaan batik untuk seragam pegawai. "Jadi, banyak "hujan-gerimis" di Kota Bogor, khususnya hari Kamis, kan hari pakai Batik kalau di Bogor," jelasnya.
Tidak hanya dipakai pegawai Pemda, sejumlah sekolah di Bogor bahkan Jakarta pun sudah menggunakan Batik Bogor Tradisiku ini sebagai seragam untuk para guru dan murid.
Dalam memenuhi permintaan batik untuk dipakai sebagai seragam, Batik Bogor ini juga menerima pesanan motif, seperti ikan untuk dinas perikanan.
Pelatihan Batik
Batik Bogor Tradisiku ini juga memberikan pelatihan membatik bagi para siswa hingga ibu-ibu rumah tangga. PGN pun Tertarik Untuk Dijadikan Mitra Binaan "Karena kami sudah memiliki kualitas yang baik, kinerjanya juga baik. Nah dari situ Perusahaan Gas Negara (PGN) melihat," jelasnya.
Dengan menjadi mitra binaan PGN sejak 2010, Batik Bogor Tradisiku telah diajak ke sejumlah pameran, yang tentu meningkatkan promosi dan penjualan. "Nah, dari pameran, produk kami bisa dibeli orang luar, waktu itu ada ekspat dari Thailand. Beli produk untuk koleganya disana," jelasnya.
No comments:
Post a Comment